Berdalih Efisiensi Akibat Pandemi, Kumparan PHK Karyawan

oleh -374 Dilihat
oleh

TIRAS.id — Rilis resmi dari organisasi jurnalis yang peduli dan beritegritas, dilempar oleh Taufiqurrohman  Ketua Divisi Serikat Pekerja AJI Jakarta (WA-‬081935007007) serta Ahmad Fatanah (Tim Kuasa Hukum/LBH Pers).

Menyebar dan viral, lompat dari medsos grup satu ke medsos sebelah.

Kumparan disebut melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sejumlah karyawannya. Serangkaian proses PHK yang dilakukan tidak membutuhkan waktu yang lama, hanya dalam jangka waktu kurang dari sepekan sejak pengumuman akan dilakukan PHK.

Proses PHK pertama kali disampaikan CEO Kumparan melalui email kepada seluruh karyawan pada Minggu, 21 Juni 2020. Isinya, menjelaskan manajemen melihat ada dampak negatif pandemi Covid-19 terhadap sektor media.

Manajemen meng-klaim telah mengurangi biaya operasional untuk mengatasi dampak pandemi terhadap kondisi keuangan perusahaan. Selanjutnya, manajemen juga telah memutuskan untuk melakukan pengurangan karyawan.

Bagi karyawan yang masuk dalam daftar PHK akan menerima email dari manajemen. Selang beberapa jam di hari yang sama, sejumlah karyawan menerima email tersebut.

Salah satu karyawan Kumparan, Nurul Nur Azizah, mengaku menerima email pertemuan CEO dan HRD yang ditembuskan kepada redaktur bisnis pada Senin, 22 Juni 2020 siang.

Nurul baru menyadari pada sore harinya, bahwa dia termasuk ke dalam daftar karyawan yang akan di-PHK.

Dalam pertemuan antara manajemen dan Nurul pada 23 Juni 2020, manajemen menyodorkan Surat Perjanjian Bersama untuk mengakhiri masa kerja, dengan nilai kompensasi yang ditawarkan oleh perusahaan. Akan tetapi, Nurul meminta penjelasan mengapa dia masuk dalam daftar PHK.

Manajemen hanya menjelaskan secara umum bahwa pandemi berdampak terhadap arus kas Kumparan, tanpa menjelaskan secara lebih detail. Masih belum menerima penjelasan manajemen, Nurul meminta waktu untuk mempertimbangkan tawaran PHK terhadap dirinya.

Nurul masih belum bisa menerima tawaran PHK itu karena proses sosialisasi PHK yang terkesan mendadak. Apalagi Nurul diminta untuk langsung harus menandatangani Surat Perjanjian Bersama yang ditawarkan perusahaan. Nurul pun dianggap menolak tawaran manajemen.

Meski belum menerima tawaran PHK dan belum menandatangani Surat Perjanjian Bersama tersebut, Nurul langsung diminta untuk mengembalikan peralatan kantor berupa ponsel, laptop, dan aksesnya ke aplikasi pekerjaan milik kantor ditutup.

Nurul juga sudah tidak diberikan penugasan dari kantor. Kondisi tersebut menyebabkan Nurul kesulitan untuk kembali bekerja.

*Pertemuan Bipartit*

Upaya Nurul dalam berkomunikasi dengan manajemen Kumparan dilakukan melalui pertemuan Bipartit pada Selasa, 7 Juli 2020 di Kantor Kumparan.

Namun, pertemuan itu tidak mencapai kesepakatan antara pekerja dengan manajemen. Undangan pertemuan Bipartit sebelumnya yang diajukan oleh Nurul dan kuasa hukumnya di LBH Pers Jakarta pada Senin, 29 Juni 2020, tidak dihadiri oleh manajemen.

Tidak tercapainya kesepakatan pada pertemuan Bipartit itu disebabkan manajemen Kumparan tetap memasukkan Nurul dalam daftar karyawan yang terkena PHK. Sementara Nurul tetap ingin dipekerjakan kembali.

Dalam pertemuan Bipartit, Manajemen Kumparan menyebut alasan perusahaan melakukan PHK adalah dalam rangka efisiensi arus kas perusahaan akibat pandemi Covid-19.

Padahal berdasarkan ketentuan, PHK dengan alasan efisensi harus dibarengi dengan tutupnya perusahaan secara permanen. Hal tersebut diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 pasal 164 ayat (3) yang telah diubah normanya oleh putusan Mahkamah Konstitusi No: 19/PUU-IX/2011.

Kemudian, AJI Jakarta dan LBH Pers, juga melihat alasan keputusan PHK yang dilakukan oleh manajemen karena arus keuangan Kumparan terdampak krisis akibat pandemi itu tidak beralasan.

AJI Jakarta dan LBH Pers juga menemukan fakta bahwa Kumparan melakukan penambahan karyawan baru yang dilakukan pada awal Juli 2020.

Atas fakta-fakta yang terjadi, AJI Jakarta dan LBH Pers menyatakan sikap:

1. Mendesak manajemen Kumparan untuk mempekerjakan kembali Nurul sebagaimana mestinya.

2. Mendesak manajemen Kumparan untuk mematuhi ketentuan perundang-undangan dalam sengketa ketenagakerjaan.

3. Meminta Dinas Ketenagakerjaan DKI Jakarta untuk melakukan pengawasan atas proses PHK dan sengketa ketenagakerjaan yang dilakukan oleh Kumparan dan industri media lain.

 

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta merilis besaran upah layak jurnalis pada 2020, Rp8.793.081. Angka tersebut didapat bedasarkan beberapa komponen kebutuhan jurnalis. 

AJI  menyebut kebutuhan hidup layak ini termuat dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan  Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak. Selanjutnya dituangkan dalam survei yang dilakukan pada November hingga Desember 2019.

Kebutuhan pokok terdiri dari sandang, pangan, dan papan. Terdapat 40 komponen yang dibagi dalam lima kategori serta tambahan alokasi tabungan 10 persen. Semua komponen dialokasi untuk setiap satu bulan.

Jurnalis harus mendapat alokasi makan Rp3.041.000 per bulan. Ini berdasarkan harga nasi, sayur, ayam, dan teh. Lalu tempat tinggal layak untuk jurnalis Rp1.300.000.

Aspek yang dihitung jurnalis juga perlu ganti baju, ada komponen celana panjang, kemeja, kaus dalam atau dalaman cewek, celana dalam, sepatu kerja, celana pendek, sandal jepit, jaket, tas ransel, kalau dirata-ratakan per bulan Rp751.682.

Kebutuhan lain seperti transportasi kerja, pulsa telepon, paket internet, kebersihan, kesehatan, dan kebutuhan bersifat hiburan ditaksir Rp3.048.251. Serta perangkat elektronik mulai dari ponsel hingga komputer jinjing atau laptop diperkirakan Rp350.427 per bulan.

Jurnalis juga harus memiliki tabungan dari semua kebutuhan di atas 10 persen. Total sandang, pangan, papan Rp7,9 jutaan, 10 persennya digunakan menabung idealnya.

AJI mendorong perusahaan media dapat mencukupi upah jurnalis. Upah minim berpotensi membuat jurnalis tidak dapat bekerja secara profesional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.