TIRAS.id –– Penjara itu berbahaya bagi penyalah guna narkotika, merugikan pemerintah, boleh memenjarakan penyalah guna, asal terbukti bahwa penyalah guna menjadi anggota sindikat peredaran gelap narkotika.
UU no 8 tahun 1976 tentang pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika,1961 beserta protokol yang merubah nya, pasal 36 menyatakan bahwa PENGEDAR NARKOTIKA bentuk hukumannya disepakati.
Berupa hukuman badan atau pengekangan kemerdekaan, sedangkan PENYALAH GUNA NARKOTIKA disepakati, bentuk hukumannya berupa hukuman alternatif (hukuman pengganti) yaitu rehabilitasi.
UU tersebut menjadi dasar dibuatnya UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika, dalam pasal 4 nya menyatakan tujuan dibuatnya UU narkotika adalah memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; dan MENJAMIN pengaturan upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi PENYALAH GUNA dan PECANDU.
Artinya, tujuan penegakan hukumnya, terhadap perkara peredaran gelap narkotika adalah memberantas para pengedar dengan hukuman pidana.
Kalau terhadap perkara penyalahgunaan narkotika tujuannya adalah menjamin penyalah guna mendapatkan hukuman pengganti berupa rehabilitasi.
HUKUMAN REHABILITASI dan KEWENANGAN MENJATUHKAN HUKUMAN REHABILITASI diatur dalam pasal 103 UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika.
Siapakah Pengedar dan Siapa Penyalah Guna?
Pengedar adalah pelaku kejahatan kepemilikan narkotika untuk “dijual belikan”. Guna mendapatkan keuntungan, sedangkan penyalah guna adalah pelaku kejahatan kepemilikan untuk “digunakan bagi diri sendiri atau untuk dikonsumsi”.
Dalam pasal 1/15 UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika, yang dimaksud penyalah guna adalah orang yang MENGGUNAKAN NARKOTIKA tanpa hak dan melanggar hukum, penyalah guna bagi diri sendiri untuk dikonsumsi, diancam dengan pidana berdasarkan pasal 127/1 dengan ancaman pidana maksimum 4 tahun penjara.
Penyalah guna yang diancam pidana maksimal 4 tahun penjara tersebut dijamin UU untuk mendapatkan upaya rehabilitasi melalui wajib lapor pecandu dan melalui keputusan atau penetapan hakim.
Siapa korban penyalahgunaan narkotika dan siapa pecandu?
Spektrum kejahatan penyalahgunaan narkotika itu, mulai dari korban penyalahgunaan narkotika, pecandu ringan yang secara literatur dikenal dengan coba pakai, pecandu sedang yang dikenal sebagai rutin pakai dan pecandu yang sudah berdampak buruk.
Penyalah guna narkotika disebut atau dikatakan sebagai korban penyalahgunaan narkotika bila untuk pertama kali menggunakan narkotika karena ditipu, dibujuk, dirayu, diperdaya atau dipaksa menggunakan narkotika (penjelasan pasal 54)
Penyalah guna disebut atau dikatakan sebagai pecandu bila penyalah guna mempunyai riwayat pemakaian narkotika baik coba pakai, rutin pakai ataupun yang sudah berdampak buruk ; dan kondisi fisik dan psikisnya dalam keadaan ketergantungan, yang dinyatakan oleh ahli yang membidangi kesehatan fisik dan jiwa.
Penyalah guna baik sebagai korban penyalahgunaan narkotika maupun sebagai pecandu berdasarkan pasal 54 UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika dinyatakan WAJIB menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Bagaimana proses pengadilan perkara penyalahgunaan narkotika
Dalam memeriksa perkara penyalahgunaan narkotika (pasal 127/2) hakim wajib memperhatikan pasal 54, 55, dan pasal 103.
Apa itu?
Yaitu kewajiban untuk mengetahui taraf ketergantungan terdakwanya berdasarkan keterangan ahli, kewajiban hakim untuk mengetahui apakah penyalah guna sudah melakukan wajib lapor pecandu berdasarkan keterangan yang dikeluarkan oleh IPWL.
Serta kewajiban hakim menggunakan kewenangan dapat menghukum rehabilitasi baik terbukti salah maupun tidak terbukti bersalah.
Keterangan atau kehadiran seorang ahli kedokteran jiwa dalam proses pengadilan perkara penyalahgunaan narkotika diperlukan oleh hakim, sebagai kewajiban hakim untuk mengetahui taraf kecanduan terdakwanya.
Sehingga perkaranya menjadi perkara penyalah gunaan narkotika dan dalam keadaan kecanduaan (perkara pecandu); dan
Hakim dalam perkara pecandu wajib (pasal 127/2) mengunakan kewenangan yang diatur dalam pasal 103 guna mewujudkan tujuan UU
Pasal 103 menyatakan dalam MEMERIKSA PERKARA PECANDU NARKOTIKA tersebut,
(1). Hakim diberi kewenangan dapat:
a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika ; atau
b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan atau perwatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika.
(2). Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi pecandu narkotika sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) hurup adiperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.
Kesimpulannya perkara penyalahgunaan WAJIB dijatuhi hukuman rehabilitasi.
Bila mengacu pada tujuan penegakan hukum terhadap penyalah guna serta kewajiban dan kewenangan hakim yang diberikan secara khusus berdasarkan UU narkotika.
Maka, dalam memeriksa perkara penyalahgunaan narkotika yaitu perkara kepemilikan narkotika untuk dikonsumsi maka hakim wajib menggunakan kewenangan berdasarkan pasal 103.
Hakim WAJIB memutuskan yang bersangkutan menjalani rehabilitasi bila terbukti sebagai penyalah guna (pasal 127/1) dan dalam keadaan ketergantungan (pecandu) atas dasar keterangan ahli.
Hakim WAJIB menetapkan yang bersangkutan menjalani rehabilitasi bila terbukti atau dapat dibuktikan sebagai korban penyalahgunaan narkotika (pasal 127/3).
Adalah kewajiban hakim untuk mewujudkan tujuan UU narkotika yaitu menjamin penyalah guna mendapatkan upaya rehabilitasi melalui keputusan hakimnya.
Entah, itu pelakunya artis atau buruh maupun polisi bahkan tentara sekalipun, karena sesungguhnya membeli, memguasai dan memiliki narkotika untuk dikonsumsi adalah korban kejahatan narkotika yang dikriminalkan UU sebagai pelaku penyalahgunaan narkotika.
Penyalah guna narkotika itu kriminal, hukumlah mereka dengan hukuman rehabilitasi sesuai ketentuan perundang undangan yang berlaku, agar sembuh dan pulih bermanfaat bagi masarakat dan pemerintah dan jangan ada lagi, hakim yang ingin memenjarakan penyalah guna narkotika.
Salam anti penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Rehabilitasi penyalah gunanya dan penjarakan pengedarnya.
Penulis Dr Anang Iskandar SH, MH adalah Komisaris Jenderal purnawirawan Polisi. Merupakan Doktor, yang dikenal sebagai bapaknya rehabilitasi narkoba di Indonesia.
Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Bareskrim Polri, yang kini menjadi dosen, aktivis anti narkoba dan penulis buku.
Lulusan Akademi Kepolisian yang berpengalaman dalam bidang reserse. Pria kelahiran 18 Mei 1958 yang terus mengamati detil hukum kasus narkotika di Indonesia. Baru saja meluncurkan buku politik hukum narkotika.