“Kiranya Nanti Divonis Hakim Dalam Pengadilan Masuk Rehabilitasi, Bukan Dipenjara”
Aktivis cegah narkoba mengapresiasi kinerja Kepolisian RI yang terus kerja keras di masa pandemi, mampu menangkap penyalah guna narkoba, tanpa pandang bulu. Artis Nia Rahmadani yang istri dari pengusaha Anindra Ardiansyah Bakrie alias Ardi Bakrie.
Kasus yang menimpa salah satu putra bungsu dari Aburizal Bakrie itu sudah ramai di grup para aktivis dan media digital sejak pagi. Siang hari, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus membenarkan NR dan AB sedang dalam pemeriksaan.
Ardi Bakrie, Ardi merupakan generasi kedua Grup Bakrie yang didirikan oleh pengusaha nasional Ahmad Bakrie. Ardi menikah dengan Nia Ramadhani pada 2010 dan telah dikaruniai tiga anak Zalindra Bakrie, Mainaka Zannati Bakrie dan Magika Zalardi Bakrie.
Wakil Direktur Bakrie & Brothers (BNBR) menjalani pemeriksaan lanjutan dalam kasus penyalahgunaan narkotika di Mapolres Jakarta Pusat. Kompas TV, Metro TV dan I News langsung menayangkan Breaking News kepolisian, tapi TV One tidak menayangkan live itu.
Tiga orang dijadikan tersangka. ZN, RA dan AAB. Polisi menyita sejumlah barang bukti bukti berupa narkoba jenis sabu dan alat untuk mengisap sabu, yaitu bong. Di sita satu klip jenis sabu-sabu dengan berat bruto 0,78 gram, kemudian satu buah bong alat hisap.
“Kiranya menjadi pintu masuk aparat untuk menangkap pengedar dan jaringannya,” ujar Dr Anang Iskandar mantan Kepala BNN/Kabareskrim Polri yang kini menjadi aktivis anti narkoba. Ia juga sering menulis kolom dan rajin sosialisasi, pentingnya sosialiasi rehabilitasi bagi pengguna narkoba.
Anang kerap menyebut pelaku penyalah guna yang dalam undang-undang melanggar pidana, kiranya nanti divonis hakim dalam pengadilan untuk masuk rehabilitasi, bukan dipenjara. “Ya, karena jika penyalahguna penjara, bisa yang bersangkutan terperosok lebih dalam,” ujar jenderal yang hidupnya selalu penuh syukur.
“Kalau Ardi dan Nia di penjara, maka penjara penuh. Sedangkan korban tidak sembuh,” kata Asri Hadi, aktivis LSM Bersama.
“Jika dihukum penjara akan kesulitan mendapatkan akses rehabilitasi penyembuhan dari sakit adiksi yang dideritanya. Kenapa? Karena lapas tidak memiliki tupoksi merehabilitasi penyalah guna narkotika,” masih dalam penjelasan aktivis yang sejak Bakolak Inpres 71 ini bersaksi.
S.S Budi Rahardjo, Ketum RIDMA Foundation bahkan mengutip UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika tujuannya memberantas peredaran gelap narkotika (pasal 4c) dan menjamin pengaturan upaya rehabilitasi bagi penyalah guna dan pecandu (pasal 4d).
Baik Budi Jojo dan Asri Hadi sepakat dengan pernyataan Anang meliterasi para hakim di seluruh Indonesia. Bahwa sesuai tujuan UU tersebut, hakim diamanati dan diberi kewenangan dapat memutuskan atau menetapkan perkara narkotika yang terbukti sebagai penyalah guna (pasal 127/1).
Korban penyalahgunaan narkotika (pasal 127/3) dan pecandu narkotika (pasal 54) dengan hukuman rehabilitasi, sifatnya wajib karena tanpa pilihan jenis hukuman lainnya (pasal 103/1).
UU narkotika menyatakan rehabilitasi yang dikenal sebagai proses pengobatan atau pemulihan merupakan jenis hukuman khusus bagi pelaku kejahatan penyalahgunaan nakotika.
Artinya, perkara narkotika apakah terbukti sebagai penyalah guna, korban penyalahgunaan narkotika maupun pecandu, tidak ada pilihan bagi hakim untuk menjatuhan hukuman selain hukuman rehabilitasi.
Dalam hal ini, bukan karena anaknya pejabat atau artis. Semua orang yang disebut penyalahguna perlu dihukum rehabilitasi, agar penyalah guna sembuh dari sakit ketergantungan narkotika.
Posisi penyalahguna berdasarka UU narkotika di satu sisi diposisikan pelaku kejahatan penyalahgunaan narkotika. Di sisi lain, Anang berpendapat: “Mereka sebagai korban kejahatan peredaran gelap narkotika, penderita sakit adiksi kecanduan narkotika.”
Berdasarkan UU narkotika, posisi ambigu penyalah guna tersebut, solusinya berupa jalan tengah, yaitu dengan proses penegakan hukum secara pidana, penjatuhan hukumannya berupa hukuman rehabilitasi agar sembuh dan tidak mengulangi perbuatannya.
Anang memberi tulisan, sebabnya UU narkotika sejak awal menetapkan tujuannya secara explisit yaitu menjamin penyalah guna yang nota bene pelaku kejahatan, mendapatkan upaya rehabilitasi baik rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial dengan maksud penyalah guna tidak dihukum penjara.
“Hukumlah penyalah guna dengan hukuman rehabilitasi agar mendapatkan akses rehabilitasi/penyembuhan sakit ketergantungan narkotika yang dideritanya sehingga mereka punya masa depan,” demikian Budi Jojo dalam integritasnya sebagai pakar.
Terakhir, baik Anang juga Asri Hadi dan Budi Jojo mengingatkan salam anti penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Sosialisasinya adalah, “Rehabilitasi penyalah gunanya dan penjarakan pengedarnya”.
“Rehabilitasi penyalah gunanya dan penjarakan pengedarnya” — Anang Iskandar, Asri Hadi dan S.S Budi Raharjo, sepakat mensosialisasikan hal ini dalam obrolan sebelum darurat covid-19.