Penuh Doa dan Harapan untuk Polisi Indonesia
“Selamat HUT Bhayangkara ke-76 bagi Kepolisian Republik Indonesia. Semoga Polri sukses selalu.
Semoga Polri semakin dekat dengan rakyat dan dicintai rakyat.
Hal ini diucapkan Freddy Widjaja di HUT 2022, pada 1 Juli ini teruntuk Kepolisian RI yang berulang tahun ke 76.
Penuh Doa dan Harapan untuk Polisi Indonesia.
Freddy menyebut kinerja kepolisian yang dipimpin oleh Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo dipuji banyak pihak, dengan tagline Polri Presisi (preidiktif, responsibilitas, transparasi, dan berkeadilan).
Kini terjadi perubahan besar terhadap institusi kepolisian ke arah yang lebih baik.
Pasca dilantik di awal tahun 2021 tepatnya pada tanggal 27 Januari, Jenderal Listyo Sigit Prabowo langsung diperhadapkan dengan berbagai permasalahan bukan cuma mengenai Kamtibmas, tetapi juga di internal institusi yang dia pimpin.
Sebagai warga negara punya harapan, “Hukum jangan hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.”
Kemarin, Rabu, 29 Juni 2022 Pukul 12.30 WIB, bertempat di Kantor Amnesti, Gedung HDI HIVE Jl. Probolingo No. 18, Gondangdia, Jakarta Pusat.
Freddy Widjaja telah melaporkan kasus pemalsuan surat negara yang dilakukan oleh keluarga pemilik Sinar Mas Group, kepada kepolisian pada bulan November 2021.
Namun hingga delapan bulan berlalu, Freddy Widjaja belum melihat ada kemajuan berupa penyidikan kepolisian.
Freddy mengatakan, laporan kepada Amnesti Internasional diterima oleh Kepala Kantor Amnesti Internasional Lampita Siregar.
“Harapan saya simple aja. Delapan bulan membuat laporan polisi saya minta kebenaran hukumnya saja.”
“Mereka ini (Indra, Muktar dan Franky Widjaja) kan, pemilik Sinarmas Group yang saham-sahamnya di perdagangkan di Bursa Efek Indonesia.”
“Jadi, apabila terbukti melakukan akta lahir, maka dapat dipastikan saham-sahamnya akan ambruk bisa di delisting dari BEI.”
“Kasihan para investor yang telah memiliki saham-saham Sinarmas Group,” papar Freddy Widjaja.
Ini menurut Freddy tak hanya menyangkut dirinya, tapi juga hal orang banyak.
Masalah Berujung Laporan Ke Amnesti Internasional
Polri Presisi inilah yang diminta Freddy Widjaja. Terkait pengaduan kepada Amnesty International.
“Dengan hilangnya hak hukum kami sebagai anak dari alm. Eka Tjipta Widjaja yang meninggal pada Januari 2019. Adapun alasan pelaporan dan pengaduan kami adalah, karena kami dizalimi oleh putusan MA.”
“Yang membatalkan status hukum kami sebagai anak dari almarhum Eka Tjipta Widjaja,” ujar Freddy Widjaja yang sangat menyayangkan bahwa putusan MA tersebut.
Kenapa?
“Karena putusan Mahkamah Agung itu justru memperkuat tuduhan bahwa kami adalah anak zina dari alm Eka Tjipta Widjaja,” demikian Freddy Widjaja dalam wawancara ke sejumlah media massa.
Freddy mengaku, akibat hukumnya adalah dirinya kehilangan hak-hak asasi yang dijamin oleh UUD 1945 dan UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
“Yang hilang atau terlanggar bukan hanya hak perdata kami yang oleh sebagian pihak dianggap sebatas hak-hak waris,” ujar Freddy memaparkan, yang terlanggar adalah hak yang lebih mendasar lagi, “Yaitu hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum.”
Padahal Pasal 4 UU Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa “hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun,” masih kata Freddy.
HAM Dilanggar Anak Konglomerat Sinar Mas
Freddy menyebut tentang hak yang telah dijamin UU ini juga diperkuat oleh UUD 1945 hasil amandemen II pada tahun 2000.
“Kami perlu menegaskan bahwa kami bukan anak zina, melainkan anak yang sah,” ujar Freddy.
“Tuduhan bahwa kami adalah anak zina semula bermula dari tiga orang saudara tiri kami yang juga merupakan anak dari alm. Eka Tjipta Widjaja dari perkawinan dengan ibu berbeda,” Freddy memaparkan.
Ketiga orang tersebut adalah Indra Widjaja, Muktar Widjaja, dan Franky Oesman Widjaja.
“Menurut kami, tuduhan tersebut sama saja dengan menghina dan merendahkan harkat dan martabat ayah biologis kami, yang juga ayah biologis mereka, yaitu almarhum Bapak Eka Tjipta Widjaja adalah orang yang berzina atau pelanggar hukum kriminal berupa zina. Ini tuduhan tidak benar,” ujar Freddy Widjaja.
Semua pihak, terutama anak-anak biologis almarhum, terlepas dari siapa istri almarhum dan terlepas dari tercatat/tidaknya pernikahan mereka, seharusnya menghormati nama baik almarhum, apalagi ketika telah meninggal dunia,” masih kata Freddy Widjaja.
“Kalau pun kami terlahir dari seorang ibu yang pernikahannya dengan almarhum Eka Tjipta Widjaja tidak tercatat oleh negara, itu tidak berarti bahwa negara dapat begitu saja tanpa alasan yang adil dapat menghilangkan hak kami,” ujar Freddy Widjaja.
Sesuai putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010, setiap anak yang terlahir secara biologis dengan laki-laki dan perempuan yang pernikahannya tidak resmi tercatat negara.
“Tetap memiliki hubungan perdata dengan ibu biologis dan ayah biologis beserta keluarganya,” demikian Freddy mengutip bunyi putusan MK:
“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya.”
“Dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan.”
“Berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.”
Sayangnya, atau bahkan parahnya, pembatalan status hak hukum kami di MA didasarkan pada bukti-bukti surat/dokumen yang palsu.
Atas pemalsuan surat/dokumen ini, kami telah melaporkannya kepada kepolisian pada bulan November 2021.
Namun hingga 8 (delapan) bulan berlalu, kami belum melihat ada kemajuan berupa penyidikan kepolisian.
Oleh karena itu kami ingin mengadukan masalah ini kepada Amnesti Internasional dan memohon bantuan untuk mengawasi kinerja kepolisian.
Dalam penegakan hukum yang adil, melayani setiap warga negara tanpa dibeda-bedakan secara diskriminatif.
Mohon kiranya rekan-rekan Amnesti Internasional bersedia mendorong jajaran kepolisian untuk meningkatkan status penyidikan atas pengaduan kami yang sebelumnya, melalui pemeriksaan saksi-saksi, ahli, serta alat bukti lainnya,” kata Freddy yang menyebut pembuatan akte palsu dari kakaknya sudah dilaporkan juga ke PoldaMetro Jaya.
“Kita tunggu saja, apakah hukum kita dilecehkan. Jangan mentang-mentang konglomerat, segala hal bisa dibeli. Hukum itu sama untuk setiap warga negara di kita, kalau salah ya dihukum,” ujar Freddy Widjaja tetap percaya kebenaran masih ada di republik ini.
Status hukum sebagai anak sah Eka Tjipta dibatalkan oleh MA karena kasasi yang diminta tiga saudara tirinya lewat Mahkamah Agung.
Maka keluarlah putusan MA Nomor 3561K/Pdt/2020 pada 10 Desember 2020. Putusan itu membatalkan penetapan anak sah Eka Tjipta untuk Freddy Widjaja.
Menurut Freddy ada yang mengganjal di balik pengajuan yang dilakukan ketiga saudara tirinya yakni Indra Widjaja, Mukhtar Widjaja, dan Franky Oesman Widjaja. Freddy meyakini adanya pemalsuan dokumen akta dari ketiga saudara tirinya itu.
“Atas pemalsuan surat/dokumen ini, kami melaporkan kepada Kepolisian pada bulan November 2021. Namun hingga 8 bulan berlalu kami belum melihat ada kemajuan berupa penyidikan kepolisian,” ungkapnya.
Setelah melapor ke Kepolisian dan merasa tidak ada progres, Freddy melaporkan kasus ini juga ke Amnesti Internasional agar bisa membantu untuk mengawasi kinerja kepolisian dalam penegakan hukum baginya.
“Oleh sebab itu lah saya meminta bantuan Amnesti Internasional untuk ikut bisa memonitor kinerja kepolisian kita yang saya rasa juga membantu hak saya, yang telah dipatahkan lewat MA oleh ketiga terlapor menggunakan bukti-bukti palsu,” ujar Freddy.
Jangan hanya orang kecil saja yang ditangkap, untuk kasus pemalsuan semacam ini,” ujar Freddy Widjaja melapor ke Amnesti Internasional.