Work From Home, Anang Iskandar Terus Sosialisasikan Penyalahguna Narkoba Jangan Dipenjara

oleh -3046 Dilihat
oleh
Work From Home, Anang Iskandar Terus Sosialisasikan Penyalahguna Narkoba Jangan Dipenjara
Saat menerima Bintang Emas dari majalah Matra, sebagai sosok yang komit di bidang rehabilitasi cegah narkoba.

TIRAS.id — Pria kelahiran Mojokerto 18 Mei 1958 ini terus saja menulis “Catatan Tengah-“nya. Memberi literasi mengenai pentingnya penyalahguna narkoba, jangan dipenjara.

Selama pandemi virus Corona atau Covid-19, masyarakat diminta disiplin membatasi interaksi sosial atau social distancing. Lulusan Akademi Kepolisian pada tahun 1982 ini juga memantau lewat media, dirinya patuh tak lagi ke pusat keramaian.

“Saya mendukung tujuan social distancing ini,” ujar Anang, yang yakin, komitmen social distancing ini adalah menekan angka jangan statistik terus naik melalui penyebaran orang ke orang. Nanti akan dipantau apakah work from home ini berjalan efektif tidak. Kalau tidak disiplin, ya tidak akan efektif.

Membatasi kita kontak sesama pihak. Lakukan social distancing di mana saja. Harus dilakukan bersama-sama baru 14 hari itu berlaku efektif. Kalau tidak, maka efek ping-pong akan terjadi.

Anak tukang cukur ini mengaku, dalam kaitan social distancing dirinya bekerja dengan konsep Work From Home. Sistem kerja dari rumah (work from home).

Bagi para personel TNI/Polri atau Petugas Kesehatan, arti  WFH itu bukan work from home, tapi work for home. Mengingatkan personel dan masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan untuk terhindar dari penularan virus corona.

Anang memaparkan, sebenarnya, istilah work from home sudah tidak asing lagi untuk banyak orang. Para freelancer, karyawan startup, dan perusahan besar lain selama ini banyak yang sudah biasa remote working atau bekerja dari mana saja. Namun, remote working atau WFH di tengah-tengah pandemi COVID-19 tentu akan beda rasanya.

Tipsnya, siapkan tempat kerja khusus. Pastikan koneksi internet aman. Namanya juga WFH yang basisnya online, fungsi teknologi harus bener-bener dimanfaatkan dengan baik.

Buatlah to-do list pekerjaan setiap hari. Atur waktu istirahat. Misalnya, setiap 25 menit bekerja, ambillah 5 menit untuk bersantai. Minum penting agar tak terhidrasi.

Mengambil camilan, ngobrol dengan anggota keluarga di rumah, hingga chat dengan teman untuk bertukar candaan. Jaga kesehatan psikis. Bekerjalah sesuai dengan waktu kerja normal. Jangan lupa mandi pagi dan kenakan pakaian kerja. Tentu biar segar.

Anang terus menulis secara produktif, lewat gadget-nya dimana saja. “Kegiatan bepergian ke tempat kerja digantikan dengan hubungan telekomunikasi,” ujar Anang.

Putera dari pasangan Suyitno Kamari Jaya dan Raunah memang kini menjadi aktivis anti narkoba. Di situasi sekarang, komitmennya untuk cegah narkoba dan melindungi penyalahguna narkoba agar tak dipenjara, terus dilakukan.

Anak dari tukang potong rambut ini mengakui, menulis saat ini adalah bagian dari komitmen hidupnya, sebagai mantan Kepala Badan Narkotika Nasional, Kepala Bareskrim Polri dan kini menjadi dosen.

Berikut petikan wawancaranya:

Anda sempat menulis, dengan topik: “Design dakwaan jaksa selama ini melenceng dari maksud dan tujuan UU narkotika”?

Ya. Dakwaan jaksa penuntut umum terhadap perkara penyalahgunaan narkotika, tanpa dilakukan assesmen, dituntut secara subsidiaritas atau komulatif dengan pengedar, didakwa dengan pidana minimum. Ada banyak kejadian, dilakukan penahanan dalam proses penuntutan adalah design dakwaan jaksa penuntut yang melenceng dari maksud dan tujuan UU narkotika.

Design dakwaan perkara penyalahgunaan narkotika yang dimaksud?

Tujuan UU narkotika adalah dakwaan bersifat rehabilitatif, dilakukan proses assesmen agar jelas kasus posisinya.

Harus clear, apakah perkara yang sedang ditangani jaksa sebagai perkara pecandu atau korban penyalahgunaan narkotika ataupun perkara pecandu merangkap pengedar.

Design dakwaan jaksa berdasarkan UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika seharusnya menggunakan pendekatan medis, bahwa penyalah guna narkotika dilarang secara pidana, tidak dilakukan penahanan.

Maksudnya gimana?

Upaya paksanya berupa penempatan ke dalam lembaga rehabilitasi selama proses pemeriksaan pada semua tingkatan (pasal 13 PP no 25/2011), didakwa pasal 127 di-junto-kan pasal 54 .

Rehabilitasi merupakan proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika, Bahwa rehabilitasi juga merupakan bentuk hukuman dimana, secara explisit disebutkan bahwa masa menjalani rehabilitasi dihitung sebagai masa menjalani hukuman (pasal 103/2).

Makanya hakim dapat menjatuhkan hukuman rehabilitasi, bersifat wajib (pasal 103/1).

Bagaimana dengan konstruksi yuridis perkara penyalahgunaan, perkara  penyalah guna untuk diri sendiri?

Dalam pasal 127/1 diancam pidana dibawah 5 tahun tidak memenuhi syarat dilakukan penahanan (pasal 21 KUHAP).

Ia dijamin mendapatkan upaya rehabilitasi (pasal 4d) kalau dinyatakan sebagai pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi (pasal 54).

Perkara penyalahgunaan narkotika didiskripsikan sebagai perkara kepemilikan narkotika dengan jumlah barang bukti terbatas untuk pemakaian sehari, tujuannya digunakan bagi diri sendiri.

Kalau perkara peredaran narkotika yang tujuan kepemilikannya sebagai komoditas untuk mendapatkan keuntungan?

Jika barang bukti yang ditemukan jumlahnya banyak melebihi pemakaian sehari.  Yang membedakan adalah tujuan kepemilikan dan barang bukti. Apabila ditemukan alat penghisap, ya menunjukkan perannya sebagai penyalahguna.

Apabila tujuan kepemilikan tidak dinyatakan dalam dakwaan dan tidak dilakukan assesmen. Bagaimana untuk mengetahui kondisi kesehatan terdakwa?

Ini berarti salah design dakwaan.  Karena tujuan penanggulangan penyalahgunaan narkotika yang termaktup dalam pasal 4c bahwa penyalah guna dijamin mendapatkan pengaturan upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Berbeda dengan tujuan penanganan pengedar yaitu memberantas peredaran gelap narkotika (pasal 4c)

Maka design-nya harus sesuai dengan ketentuan UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika tersebut diatas yaitu menggunakan pendekatan medis, dilakukan assesmen (perber 2014).

Ia harus ditempatkan di lembaga rehabilitasi selama proses penuntutan (Peraturan Pemerintah no 25/2011 pasal 13), didakwa dengan pasal penyalahgunaan narkotika (pasal 127).

Jadi, terdakwa penyalah guna narkotika wajib diassesmen oleh jaksa penuntut umum?

Iya. Benar sekali. Wajib. Bila tidak dilakukan oleh penyidik agar peran terdakwa jelas, sebagai pecandu, korban penyalahgunaan narkotika atau pecandu merangkap sebagai pengedar.

Nah, design dakwaan harus dibedakan bagi perkara pecandu, korban penyalahgunaan narkotika di satu sisi dan bagi pecandu merangkap pengedar.

Penyalah guna yang jadi pecandu dan penyalah guna yang jadi korban penyalahgunaan narkotika dituntut dengan pasal 127/1 tidak di yunto kan dengan pasal pengedar, tidak dilakukan penahanan selama proses penuntutan.

Sedangkan penyalah guna yang merangkap jadi pengedar (pengecer) penuntutannya, secara yuridis dapat di-yunto-kan dengan pasal pengedar dan dilakukan penahanan selama proses penuntutan.

Anda melihat situasinya bagaimana?

Selama ini, design dakwaannya digeneralisir atau disamakan dengan cara didakwa seakan akan sebagai pengedar, diterapkan pasal pengedar (pasal 111, 112, 113 dan 114) atau di-yunto-kan dengan pasal bagi pengedar, sehingga dituntut dengan pidana minimum, dilakukan penahanan dalam proses penuntutan, bak pengedar narkotika.

Design model mengeneralisir tersebuti membuat proses pengadilannya menjadi tidak fair.  Karena ditahan dan didakwa sebagai pengedar mendorong hakim melalaikan kewajibannya untuk menjatuhkan hukuman rehabilitasi.

Anda ingin menegaskan, misi jaksa adalah menuntut penyalah guna bersifat  rehabilitatif?

Misi jaksa penuntut adalah menuntut perkara penyalah guna narkotika dengan tuntutan bersifat rehabilitatif karena tujuan UU narkotika adalah mencegah, melindungi dan menyelamatkan bangsa indonesia dari penyalahgunaan narkotika dan menjamin penyalah guna mendapatkan upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Sehingga misi penegak hukum mulai dari penyidik, penuntut umum dan hakim yang menangani perkara penyalah guna narkotika adalah menjamin penyalah guna mendapatkan upaya rehabilitasi.

Maksud dibuatnya UU narkotika agar penegak hukum khususnya jaksa penuntut umum dalam memeriksa perkara penyalahgunaan narkotika agar mengambil langkah rehabilitatif dalam menuntut dan  membuat dakwaan penyalah guna narkotika.

Artinya keluarga pecandu, berhak meminta dilakukan assesmen ?

Ya, bila tidak dilakukan oleh penyidik, tidak melakukan penahanan karena pelaku kejahatan tersebut tidak memenuhi syarat ditahan.

Sebaliknya menjadi kewajiban jaksa penuntut untuk menempatkan  penyalah guna ke dalam lembaga rehabilitasi selama proses penuntutan (pasal 4d dan pasal 13 PP  25/2011) dan didakwa dengan pasal penyalah guna saja.

Kok begitu ?

Ya begitu,  hukum menanggulangi masalah narkotika berbeda dengan hukum menggulangi kejahatan lain. Hukum menanggulangi narkotika itu:  menekan deman dan menekan supply secara seimbang, dengan cara: demannya wajib dihukum menjalani rehabilitasi dan supplier yang dihukum berat.

Pada prinsipnya UU narkotika menggunakan asas perlindungan, pengayoman, kemanusiaan dan nilai nilai ilmiah dalam menanggulangi masalah penyalahgunaan narkotika.

Pertanyaan yang menganjal, apakah rasional penegakkan hukum kita ini ?

Bila dalam perkara penyalahgunaan narkotika, terdakwanya orang sakit ketergantungan dan gangguan mental kejiwaan perkaranya di-design seperti design pengedar dan dihukum penjara. Apalagi tujuan UU-nya jelas menjamin penyalah guna direhabilitasi.

Terus ada yang berpendapat bahwa yang wajib direhabilitasi itu pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika?

Ya benar itu. Rehabilitasi adalah proses medis secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Rehabilitasi adalah proses kegiatan pemulihan baik fisik maupun mental agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosialnya.

Rehabilitasi adalah bentuk hukuman bagi pecandu?

Ya. agar sembuh dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya kembali.  Rehabilitasi adalah bentuk kewajiban hukum bagi pecandu dan orang tua pecandu agar sembuh agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Tentunya, rehabilitasi adalah fungsi pencegahan agar penyalah guna narkotika tidak menggunakan narkotika lagi. Lamanya menjalani sanksi rehabilitasi tergantung pada hasil assesmen atas dasar taraf kecanduan narkotikanya.

Siapa penyalah guna narkotika itu ? 

Berdasarkan UU narkotika, penyalah guna yang berkeliaran disekitar kita kalau diassesmen menjadi pecandu atau menjadi korban penyalah gunaan narkotika

Penyalah guna diartikan sebagai korban penyalahgunaan narkotika apabila tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, dirayu, ditipu, diperdaya dan dipaksa menggunakan narkotika.

Korban penyalah guna narkotika adalah pengguna narkotika untuk pertama kali, penggunaan narkotika selanjutnya tidak dapat disebut sebagai korban karena sudah mulai kemasukan “virus” kecanduan narkotika.

Korban penyalah gunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi meskipun belum kecanduan secara medis tetapi secara psikis tetap wajib direhabilitasi?

Penyalah guna diartikan sebagai pecandu diwajibkan UU menjalani rehabilitasi melalui dua cara yaitu:

Pertama melalui kewajiban hukum untuk melaporkan diri ke lembaga rehabilitasi yaitu IPWL yang ditunjuk oleh menteri kesehatan.

Apabila tidak memenuhi kewajiban hukumnya dapat ditangkap oleh penyidik narkotika, untuk menjalani proses hukum, dijatuhi hukuman rehabilitasi.

Lamanya menjalani rehabilitasi tergantung hasil assesmen yang didasarkan pada taraf kecanduan narkotikanya.

Bagaimana mencegah penyalahgunaan narkotika ?

Pertama, melakukan pencegahan kepada masyarakat agar tidak terpengaruh, kalau dibujuk, ditipu, dirayu diperdaya untuk menggunakan narkotika untuk pertama kali, kalau dipaksa segera lapor kepada aparat.

Artinya fokus pencegahannya pada upaya membentengi masyarakat agar masyarakatnya tidak mudah menggunakan narkotika untuk pertama kali dengan mensosialisasikan bahaya penyalahgunaan narkotika.

Pencegahan dengan sasaran tersebut sangat penting karena hukum narkotika mengatakan: setelah penyalah guna ketergantungan, penyalah guna akan mencari pengedar.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.