IPDN dan Sepakbola Dunia, Oleh: Wak Ajung (Pengamat Sepakbola Amatiran)

oleh -332 Dilihat
oleh
Fighting. Close up legs of professional soccer, football players fighting for ball on field isolated on white background. Concept of action, motion, high tensioned emotion during game. Cropped image.

TIRAS.id — Institut Pesepakbola Dunia Ngimpi (IPDN) memang tidak mendidik anak bangsa untuk menjadi politisi.

Tapi, menjadi pesebakbola yang handal ketika bermain di lapangan hijau, paham teknik-teknik dasar bermain, dan sebagainya.

Dengan pendidikan yang keras dan disiplin ketat, alumni IPDN diharap akan menjadi pemain yang berdisiplin, taat arahan “coach”, mengindahkan strategi permainan, dan sebagainya.

Di luar kurikulum resmi institusi, budaya senioritas yang memperlakukan pemain-pemain junior “sekawa yok perot”, turut mencetak mental alumni-alumni sekolah pesebakbola itu agar tangguh menghadapi permainan keras, ala-ala Persipura Jayapura dimasa Rully Nere dulu.

Atau PSM Ujung Pandang yang moncer saat diback-up Nurdin Khalid. Tidak lembek. Didukung oleh semangat kebersamaan korps yang tinggi.

“IPDN Uber Alles”. Meminjam istilahnya Hitler, yang dulu menyeru “Deutschland Uber Alles”. Jerman di atas yang lain!

Jika harus disebutkan kiblatnya, terus terang saja Jerman memang pas dengan visi dibentuknya IPDN.

Siapa sih yang enggak mau, pemain-pemain alumni IPDN akan jadi sekaliber Frans Beckenbauer, Rummeniege, Rudi Voler, Klinsman, Mathaeus, Balak 6 Buah Gap, dan seterusnya?

Apalagi secara team, timnas Jerman sudah empat kali jadi juara di WC (World Cup).

Logo tim di dada pemain Jerman tokh sudah sama dengan logo jersey IPDN. Sama-sama Garuda.

Bedanya Jerman Garuda Hitam. IPDN berwarna emas dengan pita yang tercengkeram bertulis: Bhinneka Tunggal Ika.

Berbeda-beda tetapi tetap satu; suatu semboyan yang mengajarkan kesadaran pluralitas dan memantik kecerdasan budaya. Biar peka terhadap medan pertandingan.

“Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung”. Begitulah kesadaran yang diharapkan dan harus terbangun di dada pemain-pemain alumni IPDN. Tak boleh jumawa.

Tapi begitulah IPDN, eh Jerman. Kejumawaan-nya tampak sekali ketika bermain menghadapi Korea Selatan.

Dibandingkan Jerman, Korsel sih enggak ada apa-apanya. Masa’ teknologi Hyundai dan KIA harus disetarakan dengan Mercedez atau BMW?

Maka, menjadi kegemparan dunia ketika Korsel menekuk Jerman dengan skor kacamata, 2-0, dalam even WC beberapa tahun lalu. Haters kejumawa-an sepertinya ngakak sengakak-ngakaknya, bahkan mungkin berguling-guling melihat kekalahan Jerman dari Korea Selatan, itu.

Kalau mereka berasal dari Pulau Bangka, mungkin sudah mengambur-ambur BERAS KUNYIT, saat Jerman angkat koper.

Dunia Selatan, memang seringkali memberi kejutan kepada orang-orang Utara. Kalau di Bangka, Bangka Selatan konon menjadi batu ujian paling “berkesan” bagi polisi-polisi dan Kapolres yang ditugaskan.

Tak tahu, kalau Pejabat Gubernur KBB, atau pejabat-pejabat teras dan lainnya (dapur, kamar mandi, dsb selain teras).

Kembali ke Jerman (naik Lufthansa atau Burung Kuwek Air), harus dinyatakan apa adanya, Tim Jerman itu KAKU. Tidak luwes.

Ada yang tahu, apakah alumni IPDN juga diharapkan seperti itu?

Yang pasti, kekakuan Jerman itu, memang menjadi bahan bulan-bulanan bagi tim Selatan seperti Italia, yang lebih luwes permainannya (jika tidak sedang menggunakan strategi catenacio, alias mengunci ketat daerah pertahanan).

Head to head Timnas Bola Italia vs Jerman jelas dimenangkan Italia.

Jerman dengan Hitler-nya dulu boleh saja merendahkan Italia di masa Musollini.

Tapi zaman sudah berubah. Arena pun berbeda. Musollini enggak beda jauh dengan Hitler, sama–sama Fasis. KAKU.

Ini tentu berbeda dengan Silvio Berlusconi, PM Italia yang penggila bola dan pemilik AC Milan.

Di sepakbola, tim yang ada “tari-tariannya” itu yang menarik.

Brasil, misalnya. Meski Brasil pernah dibekuk Jerman dgn skor memalukan, faktanya bintang di dada tim Brazil tanda juara WC, tetap lebih banyak: Bintang 5 .Sudah sekelas Jenderal Sudirman, Nasution, Suharto, dan Ahmad Dhani (bersama Dewa 19).

Tapi, tak semua pemain IPDN itu kaku. Banyak juga yang luwes dan pandai menari selayaknya politisi.

Mereka ngerti bermain itu perlu fore play alias pemanasan. Tidak langsung tancap gas seperti istilah yang sudah populer: BTL (Badak Tembak Langsung!). Badak loh ya….Badak! Tahu badak kan? Betul, gambar di larutan penyegar !!!

Sebelum bermain beneran di arena, penjajakan dulu rumputnya ,dan sebagainya (masa’ harus saya ajarin?).

Kalau baru sampai di lapangan permainan, bukan pemanasan yang dilakukan tapi memanasi penonton dan kawan2 setim sih, tu dak profesional. Alung jadi supporter bae lah, mun cem tu !!!

  • BACA JUGA: majalah EKSEKUTIF edisi April 2023, klik ini

 

#IPDN dan Sepakbola Dunia

#oleh : Wak Ajung.

#Pengamat sepak bola amatiran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.