Identitas Bangsa Tergerus Globalisasi

oleh -792 Dilihat
oleh

Oleh : Riyanto — Dosen Stikom InterStudi, Jakarta

TIRAS.id — Indonesia sebagai bangsa yang besar dengan segala warisan, sudah tersedia ternyata tidak selalu menjadikan bangsa yang benar–benar dapat menikmati apa yang sudah diwariskan founding fathers.

Terbukti, masih banyak yang ingin menggantikan simbol – simbol identitas yang sudah melekat di hati rakyat, dengan identitas yang belum dapat diyakini, apakah identitas itu dapat diterapkan di bumi Indonesia yang serba majemuk, seperti budaya, adat istiadat dan kepercayaan ini.

Warisan Pancasila telah menjadi dasar negara, kepribadian bangsa, pandangan hidup dan falsafah negara, mampu menjadikan identitas bangsa, dan dapat membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lainnya, digali dari dalam kehidupan masyarakat Indonesia sendiri.

Ditinjau dari historisnya, perjalanan bangsa Indonesia cukup berliku dan penuh dengan tantangan, hambatan bahkan gangguan dan ancaman yang dapat membelokkan arah perjuangan bangsa kalau tidak disadari sepenuhnya.

Bukan saja dari paham – paham yang cukup beragam tetapi juga adanya egoism, yang tidak disadari oleh generasi baru.

Tantangan yang dihadapi oleh bangsa saat ini bukan hanya globalisasi, tetapi tantangan internal juga merupakan hal yang tidak mudah untuk diharmonisasikan, seperti memudarnya rasa nasionalisme dalam berkebangsaan dan bernegara karena perbedaan pemahaman yang tak kunjung menyatu.

Indonesia sudah dikenal sebagai bangsa majemuk, oleh karenanya pada founding fathers mengikat dengan seloka “Bhinneka Tunggal Ika”  Hal penting yang sudah dipersiapkan karena memang dinamika yang majemuk telah menjadi latar belakang dan budaya, adat istiadat dan kepercayaan bangsa ini.

Perjalanan pajang, latar belakang keanekaragaman, letak geografis dan kekayaan bangsa, sudah selayaknya dijadikan modal untuk menyukuri nikmat dan merasakan betapa agungnya karunia Tuhan yang diberikan kepada bangsa ini.

Tentu saja, di tengah derasnya arus terpaan globalisasi yang menguras identitas bangsa yang semakin hari semakin deras, sehingga mengakibatkan lunturnya dalam menghayati hak dan kewajiban, sebagai bangsa yang merdeka dan bersatu untuk mewujudkan cita – cita bangsa yaitu masyarakat sejahtera lahir batin dan negara kesatuan Republik Indonesia.

Kemajuan bangsa, merupakan usaha keras semua elemen bangsa.

Merupakan suatu karya nyata yang patut mendapat apresiasi untuk menuju terwujudnya Indonesia yang adil dan makmur secara lahir dan batin dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gemah ripah lohjinawi.

Kemajuan yang telah dicapai bukan saja sebagai prestasi tetapi juga catatan sejarah untuk menjadikan bangsa sejajar dengan bangsa yang maju.

Perwujudan apresiasi itu bukan hanya dalam bentuk materi atau lencana sebagai tanda jasa saja. Namun, karya yang sudah ada harus bebas dari cibiran dan sindiran yang akan merusak dan memudarkan rasa kebangsaan.

Umumnya cibiran dan sindiran itu tidak pernah memahami arti sesungguhnya dari pencapain prestasi dan cenderung negatif.

Epos Kebangsaan Indonesia tidak akan pernah habis, bisa dikatakan “kurang condra luwih warna ” dalam hal mensyukuri dan menikmati keagunagan Illahi, dalam hal bisa disaksikan bersama tentang Indonesia.

Bahkan dikatakan, “ tongkat kayu jadi tanaman ” dan kini sudah mulai banyak hal – hal yang tergerus perubahan dan pergeseran nilai.

Seperti lunturnya, nilai luhur dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara, di awali dengan rendahnya semangat gotong royong, rendahnya kepatuhan terhadap hukum, masih rendahnya kesadaran membayar pajak, kurang kepedulain terhadap sekeliling.

Bahkan nilai–nilai Pancasila yang seharusnya menjadi acuan dalam sikap dan perilaku sehari–hari sudah mulai bergeser dan hilang.

Sehingga, banyak orang yang mengambil jalan pintas, melakukan tindakan yang serba instan, di kalangan pelajar dan mahasiswa bahkan dosen sering terjadi plagiat, perilaku tidak jujur, dan cenderung malas.

Gejala lain yang muncul adalah, luntur dan memudarnya patriotisme.

Cenderung menghargai dan mencintai bangsa asing daripada bangsanya sendiri.

Lebih mengagungkan prestasi bangsa lain, dan bahkan cenderung menggunakan produk – produk bangsa asing, ataupun penggunaan nama – nama asing dalam penamaan tempat, gedung, perumahan dan istilah lainnya.

Simbol – simbol asing bertebaran di mana – mana mulai dari atribut organisasi,pengkultusan terhadap salah satu paham (isme) sampai kepada bendera yang secara tidak langsung mengikis rasa nasionalisme bangsa.

Disintegrasi bangsa, bukan saja memudarnya dalam menggunakan simbol–simbol nasional yang memang diambil dari adat istiadat, kebudayaan dan relegi, yang dinamakan integrasi horizontal.

Akan tetapi, bisa saja disintegrasi horizontal ini menyebabkan awal terjadinya konflik integrasi vertical, antara elit dan massa.

Memang, sampai hari ini yang patut diwaspadai dengan prosentase yang besar, masih adanya golongan – golongan yang ingin menggantikan ideologi bangsa yang sudah menjadi identitas nasional menjadi identitas yang lain.

Banyak konflik negara yang muncul dari adanya primordialitas yang menginginkan identitas golonganya dipaksakan diterima secara luas atau bahkan menjadi identitas nasional.

Padahal, belum tentu dapat disetujuai oleh kelompok lain, sehingga perlu adanya upaya – upaya mempertahankan konsesus – konsesus yang telah di tetapkan oleh founding fathers agar bangsa Indonesia tetap jaya.

Dan, agar dapat mengisi dan melanjutkan perjuangan mewujudkan masyarakat yang adil makmur, lahir batin dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Oleh karena cara pandang bangsa Indonesia terhadap dirinya harus tetap dikembangkan dalam upaya – upaya memenuhi tuntutan dalam bidang Ideologi, politik, sosial budaya maupun bidang Pertahanan dan Keamanan.

Semua dalam ranga mewujudkan wawasan nusantara yang utuh dan terintegrasi secara baik dan berkesinambungan.

Dengan semangat Soempah Pemoeda yang dirintis oleh para pejuang bangsa, kita gali kembali kejayaan dan keelokan negeri.

Upaya pembangunan segala bidang dan pemerataan hasil – hasil pembangunan dengan saluran distribusi yang terencana dan terintegrasi, dan demokratis jauh akan lebih membangkitkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa yang majemuk ini.

Sungguhpun upaya itu, tidak mudah dan memerlukan waktu, tenaga dan biaya yang tidak sedikit.

Mengingatkan kembali kepada generasi muda, akan pentingnya rasa nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sepaya upaya pertahanan dan kedaulan negara secara tidak langsung.

Melalui kegiatan dan organisasi kemasyarakatan untuk mengikis hedonisme, primordialisme, radikalime dan paham – paham yang akan mengancam kerukunan antar anak bangsa. Rasa kebangsaan dan keagamaan yang cenderung fanatik akan mengganggu jalannya persatuan dan kebangsaan di negara yang majemuk ini.

baca juga: majalah Matra edisi cetak — klik ini

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.