[ad_1]
Jawa Pos, 30 Agu 2020
Lanskap Wabah
kami telah sama meyakini, selama ini, batas-batas telah mencair, tapi ketika tulah mewabah dari segala arah, kami dipaksa membangun kembali batas-batas, menutup pintu, mengunci jalan, mengadang segala pertemuan, padahal kami telah sama meyakini, selama ini, batas-batas telah mencair.
jalan-jalan hangus dibakar matahari
tanpa satu pun bayangan yang menutupi
sepatu-sepatu berdebu
tanpa bekas tanah di telapaknya
senja dikuasai lagu angin, malam beku
suara-suara penolakan berkibaran
”aku hidup bersamamu, tapi tidak bersamamu!
masamu telah habis, tapi waktuku terus melaju.”
(2020)
Karnaval Merdeka
In Memoriam Pakdhe Jahid dan Para Korban Covid-19
minggu selepas subuh
kesibukan-kesibukan telah dimulai:
permandian, hias-hiasan, hidangan
dengung percakapan
warna merah menyembur di cakrawala
biasnya merona di wajah para pebegadang
setelah lengkap, setelah semua siap
sebelum berangkat, kesaksian diungkap:
sae! sae! sae!
dan iring-iringan berjalan
dipandu tandu berpayung hanya satu
hitam. dalam angan-angan
(Agustus, 2017-2020)
Kalimas
malam terang di kalimas yang lengang, tanganmu enggan kupegang, wajahmu tak mau kupandang. siwalan, eh sialan! ada apa garangan, eh gerangan? kutarik napas panjang, kurapal ajian kartolo dan baseman, tapi tak mempan. kau tetap diam. emoh kupandang, emoh kupegang. aku pun diam. sungkan tak karu-karuan, memandangi ikan-ikan bermesraan (menghinaku!). setengah putus asa, dirubung bingung, dalam hati aku berkata: kau ini serupa patung saja! dan setan lewat mengamininya, membuat rasa bersalahku berkecambah serupa akar liar merambati jembatan mencari tanah lapang. aku gagal menyelamatkanmu, gagal membawamu serta bersamaku. dan aku bersekutu dengan mendung, menciptakan musim-musim muram. dalam hujan air mataku, kupeluk tubuhmu hingga purna tubuhku melumutimu.
(2018)
F. AZIZ MANNA, Penulis kelahiran Sidoarjo, 8 Desember 1978. Alumnus Ponpes Tambak Beras Jombang. Beberapa buku puisi tunggalnya: ”Jihwagravancana” (Airlangga University Press, 2019), ”Playon” (Dewan Kesenian Jawa Timur, 2015) dan diterbitkan ulang Pagan Press tahun 2016 mendapatkan Kusala Sastra Khatulistiwa ke-16 dan diterbitkan ulang oleh Grasindo.
[ad_2]
Source link