PANGLIMA MINTA MAAF, LUAR BIASA PANGLIMA TNI
Luar biasa, sungguh ini luar biasa. Di tengah ketidak percayaan public terhadap pejabat negara saat ini, Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono meminta maaf atas pernyataan Panglima yang menggunakan istilah memiting pada pelaku unjuk rasa di Rempang.
Pernyataan minta maaf Panglima TNI disampaikan beliau didepan awak media pada *Doorstop Asex* atau Asean Soliderity Exercise 01 Natuna tahun 2023 di Dermaga Batu Ampar Batam, Selasa 19 September pagi tadi.
Apapun alasan beliau tidak perlu diperdebatkan lagi, permohonan maaf dari seorang Panglima TNI, pimpinan tertingi dijajaran TNI pada kesempatan tersebut adalah hal yang sangat luar biasa.
Sudah lama rakyat Indonesia tidak mendengar adanya pengakukan yang begitu jujur dari seorang pejabat tinggi negara. Hal inilah yang patut kita apresiasi kepada Panglima TNI Yudo Margono dan semoga dapat ditiru oleh pejabat tinggi lainnya dinegeri ini.
Permohonan maaf Panglima TNI hari ini melahirkan dua sejarah baru di Batam yaitu untuk kali pertama negara negara Asean lakukan latihan bersama, kedua untuk pertama kalinya pula seorang pemimpin tertinggi diorganisasi besar di era milenium meminta maaf atas kesalahannya.
Sikap tulus natural apa adanya dimungkinkan karena terbangun dari individu individu yang lekat dengan kearifan lokal. Kita ketahui Laksamana TNI Yudo Margono juga dikenal sebagai Laksamana budayawan, seorang Laksamana yang membudayakan kembali pagelaran wayang kulit, wayang orang, gamelan dan lain-lain.
Wayang adalah seni yang menonjolkan nilai nilai kesatria dari para pelakunya. Ini mewarnai kehidupa Laksamana Yudo Margono.
Di samping itu juga karakter itu tumbuh dari tatanan kehidupan di Kapal. Sehingga sangat tepat seorang bapak Psikologi Kurt Leuwin (1942) memformulasikan bahwa Perilaku dihasilkan dari interaksi person dan lingkungan.
Sebagai anggota TNI AL yang lama berdinasi dikapal perang apalagi umumnya perwira TNI AL mengawali kariernya di Surabaya, berbahasa lugas, spontan, dan Suroboyoan sering terucap diantara anggota TNI AL, termasuk para perwiranya dan itu terbawa sampai dikedinasan dilevel senior.
Mereka dalam rapat sering menggunakan istilah Suroboyoan walau diantara mereka ada yang bukan berasal dari Surabaya atau Jawa Timur.
Jadi, bila Panglima TNI Yudo Margono dengan menyatakan dirinya wong deso (orang desa) menjelaskan maksudnya memiting adalah rangkulan, para prajurit dilapangan tidak menggunakan alat apapun, apalagi dinyatakan dengan permintaan maaf sampai 2 (dua) kali menunjukan bahwa TNI masih bersama rakyat karena TNI memang lahir dari rakyat, berjuang bersama rakyat dan untuk rakyat.
Permohonan maaf Panglima TNI ini semoga dapat diikuti pejabat negara lainnya, karena sebagai manusia biasa tentunya tidak lepas dari kesalahan.
Budaya minta maaf dari para pejabat negara dinegeri ini memang harus dibudayakan.
Semoga apa yang diawali oleh Panglima TNI Yudo Margono dapat menjadi pemicu kesadaran tumbuh kembangnya budaya minta maaf kepada rakyat bila terjadi kesalahan selama menjabat.
Selamat kepada TNI, semoga tetap pada jati dirinya, tidak menjadi alat politik apalagi alat kekuasaan, apapun yang terjadi pada dirinya dan negri ini. Politik TNI adalah politik negara, TNI mendarmabaktikan dirinya untuk negara, bukan untuk pemerintah atau yang lain.