Nasib Rhido Rhoma & Misuse Bentuk Hukuman Bagi Penyalahguna Narkotika

oleh -459 Dilihat
oleh
Nasib Rhido Rhoma & Misuse Bentuk Hukuman Bagi Penyalahguna Narkotika

UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika adalah UU khusus yang me-restorative bentuk hukuman bagi penyalah guna dari bentuk hukuman pidana menjadi hukuman rehabilitasi.

 

Rehabilitasi sebagai bentuk hukuman diatur dalam pasal 103/2,  dimana masa menjalani rehabilitasi atas keputusan atau penetapan hakim diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.

Kewenangan menjatuhkan hukuman rehabilitasi dalam perkara pecandu, yaitu perkara penyalah guna narkotika dan dalam keadaan ketergantungan diberikan UU kepada hakim (pasal 103.

Dimana hakim “dapat” menjatuhkan hukuman rehabilitasi baik terbukti salah maupun tidak terbukti salah.

Artinya, hakim berwenang dan wajib menjatuhkan hukuman rehabilitasi dalam mengadili perkara penyalah guna dan dalam keadaan ketergantungan.

Penyidik, jaksa penuntut umum, hakim juga diberi kewenangan merestorative bentuk upaya paksa dengan menggunakan upaya paksa berupa penempatan kedalam lembaga rehabilitasi (pasal 13 PP no 25 tahun 2011)

Dalam proses pengadilan perkara penyalahgunaan narkotika, hakim diwajibkan UU (pasal 127/2) untuk memperhatikan kondisi taraf ketergantungan terdakwanya (pasal 54) melalui proses assesmen.

Kenapa?

Agar diketahui secara jelas perannya sebagai pecandu atau pecandu merangkap pengedar.

Hakim juga diwajibkan untuk mengetahui status kewajiban hukum terdakwa (pasal 55) apakah sudah mendapatkan perawatan atau belum.  Penyalah guna yang telah mendapatkan perawatan status pidananya tidak dituntut pidana.

Hakim juga diwajibkan memperhatikan penggunaan kewenangan hakim dapat menghukum rehabilitasi (pasal 103).

Selama ini penerapan restorative justice dalam bentuk hukuman rehabilitasi terhadap perkara penyalah guna narkotika tidak diterapkan oleh penegak hukum.

Karena penegakan hukum orientasinya memenjarakan penyalah guna narkotika, sama seperti pengedar.

Orientasi memenjarakan penyalah guna narkotika mengakibatkan lapas menjadi over kapasitas, penyalah guna narkotika tidak mendapatkan akses pelayanan rehabilitasi di rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.

Akibat misuse dalam penjatuhan sanksi terhadap penyalah guna narkotika menyebabkan tujuan UU narkotika tidak tercapai dan terjadi fenomena hukum yang sulit difahami masarakat.

 

Rhido dihukum rehabilitasi dan dihukum penjara

UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika bertujuan  menjamin penyalah guna mendapatkan upaya rehabilitasi. Konsepnya penyalah guna diancam secara pidana, namun bentuk hukumannya di-restorative menjadi rehabllitasi (pasal 103/2).

Jaminan untuk mewujutkan tujuan UU tersebut diberikan UU kepada hakim. Oleh karena itu, hakim secara ekplisit diberi kewajiban (127/2) dan kewenangan (103/1) untuk menjatuhkan hukuman rehabilitasi.

Perkara yang menimpa Rhido Rhoma adalah penyalahgunaan narkotika dengan kepemilikan narkotika untuk diri sendiri yang dalam pasal 127/1.

Oleh hakim Pengadilan Negeri jakarta barat Rhido dihukum 10 bulan menjalani rehabilitasi di RS ketergantungan Obat Cibubur Jakarta.

Bentuk hukuman rehabilitasi yang dijatuhkan hakim kepada Rhido sesuai dengan bentuk hukuman yang  diatur dalam  UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika pasal 103/2 yang berlaku secara khusus.

Kalau kemudian hakim kasasi menjatuhkan hukuman penjara 18 bulan, apakah hakim kasasi tidak missuse dalam menggunakan bentuk hukuman ? Karena bentuk hukuman penjara diatur dalam pasal 10 KUHP yang merupakan bentuk hukuman secara umum.

Pertanyaannya selanjutnya, apakah asas hukum yang menyatakan lex spesialis derogat lex generalis tidak berlaku bagi penyalah guna seperti Rhido Rhoma dan para penyalah guna narkotika lainnya sehingga hakim  kasasi menjatuhkan hukuman penjara ?

Fenomena Rhido dan para penyalah guna narkotika lainnya yang dihukum penjara perlu mendapatkan penyelesaian hukum yang bermartabat pada level lembaga tinggi negara karena menyangkut pandangan para hakim agung kamar pidana, agar tidak merugikan masarakat, pencari keadilan dan pemerintah.

Status Hukum Pidana Rhido

Menurut catatan saya, Rhido pernah dinyatakan sebagai penyalah guna dalam keadaan ketergantungan narkotika dan dijatuhi hukuman rehabilitasi di laksanakan di RS Ketergantungan Obat Cibubur Jakarta.

UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika mengatur secara khusus.

Penyalah guna narkotika seperti Rhido Rhoma dijamin UU mendapatkan upaya rehabilitasi dan hakim diwajibkan UU untuk  menjatuhkan hukuman rehabilitasi seperti Nunung dan Jefri Nichole namun nasip Rhido berbeda.

Mereka itu pelaku kejahatan penyalahgunaan narkotika dan penderita ketergantungan narkotika yang disebut pecandu, berdasarkan ketentuan pasal 54 wajib menjalani rehabilitasi.

Kalau mengulangi perbuatan mengkonsumsi narkotika disebut relapse.

Penyalah guna yang dinyatakan dalam keadaan  ketergantungan narkotika dan mendapatkan perawatan berupa rehabilitasi, secara yuridis status hukumnya tidak dituntut pidana (pasal 128).

Arti status tidak dituntut pidana seperti Rhido, Nunung, Jefri Nichole dan penyalah guna lainnya bila mengulangi tindak pidana penyalahgunaan narkotika tetap diancam secara pidana (pasal 127) tetapi tidak dapat disidik, dituntut dan dibawa ke pengadilan melainkan dilakukan tindakan rehabilitatif untuk mengulangi rehabilitasi.

Relapse atau residivis.

Rhido Rhoma tercatat sebagai penyalah guna untuk diri sendiri dan dijatuhi hukuman menjalani rehabilitasi artinya Rhido kondisinya dalam keadaan ketergantungan narkotika yang sifatnya mudah kambuh.

Kambuhnya Rhido ditandai dengan melakukan pemakaian narkotika kembali disebut relapse.

Relapse merupakan tantangan terberat penderita ketergantungan narkotika, relapse dipengaruhi faktor internal dan faktor ekternal dari penyalah guna narkotika.

Itu sebabnya rehabilitasi harus dilakukan terintegrasi baik secara medis, sosial dan pasca rehabilitasi secara berlanjut dengan melibatkan peran serta  keluarga dan masarakat dan pemerintah.

Sedangkan residivis adalah pengulangan kejahatan yang dilakukan seseorang yang pernah dihukum pidana karena kejahatan yang sama dan berkekuatan hukum tetap serta pengulangannya dalam waktu tertentu.

Secara pidana umum Rhido masuk kriteria residivis,  yang bersangkutan mengulangi perbuatan menyalahgunakan narkotika dan dihukum secara pidana oleh hakim tahun 2019 dan tahun 2021 ketangkap lagi melakukan perbuatan kriminal yang sama.

Konsekwensi hukumnya, pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh Rhido dikenakan hukuman pemberatan yaitu tambahan hukuman sepertiganya.

Nah, pembaca. Saya minta pendapatnya sebutan bagi Rhido relapse atau residivis?

 

#Narasumber adalahKomisaris Jenderal  (p) Dr. Anang Iskandar, S.H., M.H.

Seorang  polisi lulusan Akpol, berpengalaman di bidang reserse. Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN)  yang  pernah menjadi Komandan Bareskrim Mabes Polri.

Jenderal bintang tiga ini menjadi sosok aktivis anti narkoba, seorang dosen yang juga penulis buku yang produktif.  Komitmennya untuk mengedukasi dan meliterasi aparat,  semua lini di bangsa ini, agar memahami permasalahan narkoba dengan jernih.   

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.