“HAM kebablasan itu kacau tanpa moralitas. Apa ini efek revolusi mental ?” tanya Slamet Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212 Slamet Maarif di Jakarta, Kamis (2/9/2021).
Slamet pun menyebut, HAM akan kebablasan dan kacau tanpa moralitas. Karena selama ini sejumlah pihak yang pro atau mendukung dihapusnya tes keperawanan itu menilai, tes keperawanan melanggar HAM dan tidak ada sangkut pautnya dengan moralitas.
Selain itu Slamet menambahkan bahwa kebijakan penghapusan test keperawanan oleh KASAD Jenderal Andika Perkasa menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Berita ramai mengenai pro-kontra penghapusan tes keperawanan calon Kowad-Istri Prajurit menjadi semacamĀ Kegaduhan tersendiri, di saat kita sibuk dengan upaya atasi pandemi covid-19.
TNI Angkatan Darat (AD) telah resmi menghapus tes keperawanan bagi calon Komando Wanita Angkatan Darat (Kowad) dan calon istri prajurit.
Pemeriksaan hymen atau selaput dara untuk membuktikan keperawanan sudah tidak diberlakukan karena dinilai melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Pro – kontra penghapusan tes keperawanan menyeruak di ruang publik. Yang kontra menilai penghapusan tes Tak keperawanan bisa merusak moralitas lembaga TNI. Karena keperawanan tidak dijaga lagi oleh seorang calon prajurit. Apalagi tes keperawanan akan menjaga pergaulan bebas calon prajurit TNI AD
“Kita menyayangkan dihapuskannya test keperawanan tersebut karena ada peluang urusan moral menyangkut keperawanan tidak dijaga lagi oleh seorang calon prajurit. Padahal test keperawanan akan menjaga pergaulan bebas calon prajurit TNI AD,” ujar Slamet.
Pengamat hukum dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta Dr Ismail Rumadan mengakui tidak mengetahui secara persis apa tujuan dari aturan terkait persyaratan tes keperawanan calon Kowad maupun calon istri prajurit yang diperlakukan sebelumnya melalui Keputusan Panglima TNI Nomor 920/XI/2020 tanggal 23 November 2020 dan kemudian ditiadakan dengan keluarnya Juknis terbaru TNI AD Nomor B/1372/VI/2021.
Ismail menduga mempersyaratkan tes keperawanan sebelumnya berkaitan dengan masalah moral dan integritas seorang calon Kowad maupun calon istri prajurit.
Sebab prajurit TNI adalah manusia pilihan yang diseleksi untuk mengemban amanah dari negara untuk menjaga keamanan negara dan bangsa. Jelas juga bahwa Juknis TNI AD itu bertentangan dengan Keputusan Panglima TNI yang berada diatas nya. Bisa dibilang ini adalah sebuah sikap melawan perintah pimpinan TNI.
“Jadi persyaratannya tentu sangat ketat sampai pada persoalan moral dan integritas personal calon prajurit tersebut,” paparnya.
Namun, sambung Ismail, persyaratan tersebut kini ditiadakan dengan pertimbangan melanggar HAM tentu ini adalah hal lain.
Karena jika berbicara masalah HAM bagi seorang prajurit, tentu tidak hanya sebatas persyaratan tes keperawanan saja, namun banyak hal lain terkait HAM bagi seorang prajurit itu belum terpenuhi. HAM sendiri adalah nilai aturan dari Barat yang terkadang berlaku secara tidak berimbang.
Sekedar menjadi alat penekan semata. Adapun bangsa ini sudah diwarisi oleh nilai luhur Nusantara dari para nenek moyang.
“Namun karena ini adalah pilihan bagi seseorang yang memilih jalur pengabdiannya sebagai seorang prajurit, maka siap untuk menerima segala konsekuensi,” paparnya.
Rohaniawan Romo Benny Susetyo menilai, moralitas tidak bisa dilihat dari sisi keperawanan. Karena bisa saja keperawanan itu hilang bukan karena hubungan seksual. Banyak faktor yang membuat keperawanan hilang di antaranya olahraga atau kecelakaan.
“Jadi tidak bisa keperawanan itu dari sisi seksual. Kasihan juga perempuan yang hilang perawannya tidak ada peluang untuk mengabdi ke negara,” jelasnya.
Kepala Pusat Kesehatan TNI AD (Kapuskes AD), Mayjen TNI dr Budiman menyampaikan penghapusan tes keperawanan calon Komando Wanita Angkatan Darat (Kowad) telah dituangkan dalam dokumen Petunjuk Teknis (Juknis) Pemeriksaan Kesehatan Badan TNI AD Nomor B/1372/VI/2021. Juknis terbaru itu diterbitkan 14 Juni kemarin.