Ketua DPRD Kabupaten Tangerang Kholid Ismail mengatakan percepatan pembangunan merupakan wujud peningkatan ekonomi masyarakat dan menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kholid mengaku anggaran yang dikucurkan pemerintah daerah tak akan sanggup membiayai pembangunan mega proyek.
Dibutuhkan pihak ketiga yakni pengembang untuk membantu mewujudkan progam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
“Pemda kan anggaran terbatas, tidak akan cukup buat mewujudkan RPJMD. Maka peran pihak ketiga dalam hal ini pengembang dibutuhkan, sudah banyak contoh konkrit yang terdekat maju seperti Smart City BSD, Citra, Summarecon dan lain-lain,” papar Kholid.
Legislator Dapil Pantura Kabupaten Tangerang ini pun mengungkapkan berbagai macam pengembang di wilayahnya tersedia. Baik yang sudah rampung maupun yang tengah dalam pembangunan.
“Misal di kosambi, banyak pengembang seperti kawasan pergudangan dan Bandara Soekarno-Hatta yang sudah berjalan dan dirasakan manfaatnya sektor lapangan pekerjaan.
Ada juga di Pakuhaji pengembang pergudangan, Sepatan properti dan Teluknaga properti yang sudah dan akan dirasakan manfaatnya untuk masyarakat juga,” ujarnya.
Kholid menuturkan bahwa pihaknya tengah menjalankan intruksi Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk menjaga iklim usaha dan investasi demi menopang pertumbuhan ekonomi, tak terkecuali di wilayah Kabupaten Tangerang.
“Kami legislator di Kabupaten Tangerang membantu pemerintah daerah untuk sama-sama menjaga iklim usaha dan investasi sesuai intruksi Bapak Presiden Jokowi. Karena intruksi itu sangat penting yaitu untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi ke arah positif pasca situasi pandemi,” tuturnya.
Direktur Eksekutif Tangerang Utara Community Centre Ahmad Baihaqi menambahkan masyarakat pantura memiliki harapan tinggi dengan kehadiran para pengembang.
“Masyarakat pantura sangat menantikan kehadiran pengembang untuk membuka lapangan pekerjaan dan gaji yang layak buat mereka,” ujar Baihaqi
Dirinya menilai hiruk pikuk narasi mafia tanah menjadi hantu di pantura Kabupaten Tangerang, jangan sampai membuat tersendat investor yang sudah berinvestasi dimana telah membantu pemerintah daerah meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
“Dengan kultur budaya disini, dibutuhkan kehadiran pengembang yang berani menjawab tantangan bahwa kehadirannya berdampak positif buat masyarakat dan pemerintah daerah, baik pengembang yang sudah berdiri dan masih berproses,” tandasnya.
Kampung Baru Dadap penghuninya bertambah ketika nelayan asal Muara Karang (Jakarta Utara), Kresek (Tanjung Priok, Jakarta Utara), dan Kalijodo (Jakarta Barat) pada 1980-1990 pindah ke Kampung Baru Dadap.
Mayoritas warga di lingkungan Kosambi bukan lagi petani atau nelayan.
Warga sekitar beralih kerja sebagai kuli panggul, penjaga gudang, dan pekerja pabrik untuk menyambung hidup di tengah perubahan sosial dan ruang kapital yang dulunya kawasan agraris.
Ini sejalan tren alih fungsi lahan pertanian ke kawasan industri di salah satu kabupaten di Banten itu.
Sayangnya, geliat perubahan lingkungan di Kosambi tak terlalu menjawab masalah kemiskinan di kawasan ini. Kosambi termasuk salah satu kecamatan dengan orang miskin dan hampir miskin terbanyak, dari total 29 kecamatan di Kabupaten Tangerang.
Tata kelola di kawasan pergudangan masih menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Sebab praktik subur centeng dan “kepala kuli” hingga bisnis keamanan dari personel berseragam masih langgeng di kawasan tersebut.
Pada 1980, pemerintah melalui PT Angkasa Pura II membangun Bandara Soekarno-Hatta atau Jakarta International Airport Cengkareng (JIAC) dengan kontraktor dari Prancis.
Kontraktor saat itu ingin membebaskan lahan milik warga untuk akses mengangkut material. Nelayan akan direlokasi dan diberi ganti rugi. Tapi perusahaan tak juga menemukan lahan pengganti.
Akhirnya perusahaan hanya membeli lahan persawahan milik warga Dadap lainnya. Lahan yang dibeli itu untuk membuat sodetan Sungai Dadap lama, yang sekarang menjadi Kali Prancis.
Bersamaan dengan itu, sejak 1984, mulai bermunculan bangunan berupa kafe yang dijadikan tempat prostitusi di sana. Sampai tahun 1990-an kawasan Kosambi masih dihiasi semarak hijau persawahan dan pepohonan.
Wacana penggusuran baru muncul pada 1996. Saat itu Pemkab Tangerang berdalih penggusuran dilakukan terkait dengan akan dilaksanakannya Indonesia Air Show.
Sekitar 14 tahun kemudian, tepatnya 23 September 2010, terbit izin reklamasi di pesisir pantai utara Tangerang, dari Dadap (Kosambi) hingga Kronjo seluas 9.000 hektare.
Reklamasi ini disebut dua kali lipat lebih besar dari reklamasi Teluk Jakarta. Proyek ini didanai Agung Sedayu Group, Salim Group, dan Tangerang International City (TIC).
Secara bersamaan, Pemkab Tangerang melakukan program penataan kawasan Dadap tahun 2013-2018.
Di kawasan itu akan dibangun rumah susun sewa, kampung deret nelayan, ruang terbuka hijau, islamic boarding school, dan masjid agung.
Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar menjelaskan, kawasan yang akan ditata antara lain Dadap (Kosambi), Cituis (Pakuhaji), Tanjung Pasir (Teluk Naga), Tanjung Kait (Mauk), dan Kronjo (Kronjo).
Kepala Bidang Perencanaan, Prasarana, dan Kewilayahan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tangerang Erwin Mawandy menyebut, tak ada penggusuran.
Tapi, yang ada revitalisasi kawasan dengan menyediakan rumah layak huni, sarana pendidikan, sarana kesehatan, ruang terbuka hijau, serta sarana perekonomian dan keagamaan.
“Harapannya, kualitas lingkungan masyarakat yang tinggal di sana menjadi meningkat,” katanya.
Warga Kampung Baru Dadap sebenarnya tak menentang program penataan wilayah oleh Pemkab Tangerang.
“Tentu saya sebagai kepala desa dan juga warga pantura, beberapa kali telah mengamati proses jual beli lahan yang sah. Pembayaran disepakati bersama, malah jika ada masalah adminstrasi saya ikut bantu,” kata Maskota.
“Setau saya yang sudah lahir sampai besar dan menjabat tiga periode sebagai kepala desa dan Ketua Apdesi Kabupaten Tangerang dua kali, tidak ditemukan unsur kategori mafia tanah di sini,” lanjutnya.