Di era sekarang, kita bisa saling sharing info, tak hanya artikel tapi juga video.
Saya mendapat posting video, dimana tayang di youtube dengan kata kunci: Ratusan ribu warga China “hilang” di Malaysia. Kemudian dengan keyword; Malaysia bakal menjadi Banglasia Tak Lama lagi.
Saring dari preferensi, menjadi kekinian. Silaturahmi di era digital, ya dengan saling mengirim video atau meme, artikel yang menggelitik. Bisa lucu, atau menginpirasi.
Bila kita menerima, kemudian memutuskan men-share video itu ke temen-teman kita, maka kita menjadi buih di tengah konsumen di era kemajuan teknologi dunia. Yang terpikir kemudian, ini bisa saya tulis nih.
Pertanyaannya kemudian, benarkah Malaysia akan menjadi bangsa China dan Bangladesh. Tentu saja, disertai emoticon sambil tertawa. Malaysia rumah keduaku.
Jika di kita, melayu adalah bangsa yang berdiam di sebagian pulau Sumatera (Pantai Timur Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Bangka-Belitung, Kalimantan Barat, dan seterusnya).
Sementara di Malaysia, istilah Melayu mengacu pada race, jadi Melayu di konotasikan sebagai kumpulan dari suku-suku di Nusantara dari Aceh sampai ujung timur Indonesia.
Untuk Malaysia, yang dimaksud Melayu agak di modifikasi dengan tambahan beragama Islam.
Dalam catatan statistik Departemen Imigrasi Malaysia hingga September tahun lalu, jumlah total pekerja asing yang dipekerjakan secara sah di negara itu adalah 1,73 juta, mayoritas dari Indonesia, Nepal, Bangladesh, Myanmar, Pakistan, dan Cina.
Sementara itu, Departemen Statistik memperkirakan bahwa jumlah orang asing yang tinggal secara legal di negara itu tahun lalu adalah sekitar 3,3 juta orang dari total 32 juta orang di Malaysia.
Rasio hampir 10 persen cukup tinggi karena proporsi orang Malaysia keturunan India hanya sekitar delapan persen dibandingkan dengan total populasi.
Namun, sebuah organisasi non-pemerintah (LSM), Sekretariat Layanan Imigrasi (SKI), menganggap orang asing dengan status imigran ilegal di negara ini melebihi jumlah pekerja asing yang memiliki dokumen dan izin hukum yang sah.
Artinya, negara ini masih dibanjiri oleh imigran gelap. Yang dikritisi, tentu saja adalah pihak berwenang, dalam konteks ini, tidak hanya Departemen Imigrasi, tetapi juga otoritas lokal (polisi), polisi dan Kementerian Sumber Daya Manusia.
Tidak perlu mengabaikan fakta, lihat saja pasar grosir Selayang atau di sekitar area Chow Kit, dan bahkan jalan Petaling yang disebut ‘Chinatown’ memudar dalam ‘kelemahan’ karena hampir semua stan dikelola oleh orang Bangladesh.
Ini yang kemudian muncul stigma, Malaysia bakal menjadi Banglasia.
Sejatinya, Malaysia menjadi negara dengan warga yang benar-benar tercampur aduk. Etnis Cina, India dan Melayu. Untuk kemudian, Bangladesh, Nepal, Filipina, dan Thailand.
Di negara tetangga ini, semua warga membaur di semua tempat.
Pemandangan menjadi sangat kontras ketika perempuan Cina (amoi) hanya memakai celana super pendek sekedar cukup menutupi alat reproduksinya, perempuan melayu tertutup dari atas sampai bawah.
Sementara warga India memakai baju sangat mencolok. Seperti kuning, merah, hijau, biru super mengkilat. Kebanyakan warga India adalah suku tamil, jadi kebanyakan mereka berwarna gelap.
Pakaian warga India cukup menyilaukan karena warnanya, sementara pakaian warga Cina cukup menggoda untuk dilihat berkali-kali.
Video tadi, seakan ingin mempertontonkan contoh kecil, semacam di sektor pekerjaan ada syarat-syarat deskriminatif. Jika pemiliknya etnis Cina, maka dia hanya mau mempekerjakan sesama etinis Cina.
Begitu juga yang terjadi jika pemiliknya adalah etnis Melayu atau India. Ada yang terang-terangan mencantumkan syarat “melayu only” atau terbuka hanya untuk etnis Cina atau India.
Ada juga yang rasis secara halus, syaratnya diubah menjadi “harus bisa berbahasa mandarin” atau melayu.
Sementara India agak kesulitan menjadikan alasan karena bahasa mereka bukan bahasa internasional, tidak seperti mandarin.
Meskipun kalau mau dilihat kerja nyatanya, para pekerja tersebut sebenarnya hanya perlu bisa berbahasa inggris.
Bagaimana pelanggaran SARA? Saya tak ingin membahasnya, karena sama di negara kita, jika urusannya sudah Suku, Agama dan Ras, urusannya bisa panjang.
Ada yang punya video seru, share dong. Ya, sekedar tontotan yang menghibur, di akhir minggu. Seru-seruan saja. Seperti saya berfoto dengan etnis Papua, sesama warga Indonesia, yang berbeda suku, agama dan rupa. Klik!