TIRAS.ID – Praktik politik uang menjadi tantangan berat dalam kontestasi pemilu, mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk terus mengambil langkah pencegahan yang efektif.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah penyusunan Pedoman Sistem Integritas Partai Politik (SIPP) untuk memastikan integritas dalam kepemimpinan partai.
Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK, Amir Arief, menegaskan pentingnya implementasi langkah-langkah antikorupsi di internal partai politik.
Hal ini terutama berkaitan dengan kader partai yang akan memegang jabatan publik di tingkat daerah.
Dalam diskusi bertema “Membangun Integritas Partai Politik Yang Anti Money Politic” saat menjadi narasumber dalam Bimtek Anggota DPRD Partai Bulan Bintang di Jakarta pada Jumat (29/9/2023).
Amir menyampaikan, “Dengan demikian parpol dapat mengimplementasikan langkah-langkah dan strategi antikorupsi pada kadernya yang akan menjabat sebagai kepala daerah.”
Pemberantasan politik uang bukanlah tugas yang mudah, sebab kebiasaan ini telah merajalela di masyarakat.
Amir menegaskan bahwa selain integritas para politikus, penolakan terhadap praktik politik uang juga memerlukan dukungan dan upaya dari masyarakat yang memiliki tingkat integritas yang tinggi.
KPK meyakini bahwa partai politik memiliki peran vital dalam menciptakan mekanisme politik yang cerdas dan bermartabat.
Partai politik adalah pemegang suara rakyat yang memegang peran penting dalam mengantarkan para kader partai menuju jabatan publik, baik di eksekutif maupun legislatif.
Mereka memiliki tugas dan kewenangan untuk menciptakan kebijakan atau Undang-Undang (UU) yang mencerminkan kepentingan rakyat.
Amir menambahkan, “Pemilu saat ini telah berubah menjadi kontestasi yang lebih terfokus pada persaingan mendapatkan suara melalui politik uang daripada kontestasi ideologis.”
Dalam perspektif KPK, kepemimpinan yang kuat dan bersih dari partai politik memiliki peran sentral dalam mencegah praktik politik uang. KPK juga berkomitmen untuk bekerja sama dengan PBB dalam menyediakan pendidikan anti politik uang.
“Terima kasih kepada pimpinan PBB yang secara rutin memberikan pendidikan antikorupsi kepada para kader dalam berbagai kegiatan bimtek,” ungkap Amir.
Hasil kajian KPK mengenai politik uang mengungkapkan bahwa 72 persen pemilih menerima praktik ini.
Hasil analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa 82 persen penerima politik uang adalah perempuan dengan usia di atas 35 tahun.
Penyebab utama penerimaan politik uang oleh perempuan meliputi faktor ekonomi, tekanan dari pihak lain, ketidaktauan terhadap sanksi, dan kurangnya pemahaman mengenai politik uang.
Amir menyoroti, “Politik uang menjadi akar masalah dalam sektor politik. Praktik ini, yang lebih dikenal dengan sebutan ‘Serangan Fajar’, merupakan tindak pidana yang memicu terjadinya korupsi.”