Kenapa Pimpinan Mahkamah Agung Belum Pernah dari Hakim TUN?

oleh -1430 Dilihat
oleh
Kenapa Pimpinan Mahkamah Agung Belum Pernah dari Hakim TUN?

TIRAS.id —  Berita Hakim Agung Sunarto terpilih menjadi Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang Yudisial terus viral.

Seiring sejumlah harapan kepada Mahkamah Agung (MA) dalam memberikan pelayanan peradilan hukum bagi masyarakat.

Respon masyarakat cukup unik beredar di Whatsapps grup.

Menanggapi hal itu, Direktur Riset dari Public Watch Integrity (PWI) Agus Budi menilai proses pemilihan sudah dilakukan secara internal.

Dan, proses dilakukan wajar, sesuai mekanisme yang ada di Mahkamah Agung (MA).

“Hanya saja, memang Mahkamah Agung perlu mendengar harapan masyarakat, sebagai wakil Tuhan untuk keadilan di bangsa ini,” ujar Agus Budi.

Di tengah semangat transformasi di tubuh MA, ada stigma kuat mengenai adanya “anak emas” dari latar belakang hakim yang menjadi Pimpinan Mahkamah Agung, baik Ketua dan Wakil-Wakilnya.

Anak emas yang dimaksud, hakim yang dipilih berlatar belakang perdata dan pidana. Padahal, “Institusi MA sedang tidak baik baik saja,” ujar Agus Budi memberi contoh, solidaritas TNI bisa menjadi acuan.

Untuk memperhatikan 1,800 pengadilan  di Indonesia agar menjadi efektif, pimpinan MA perlu mencontoh solidaritas TNI. Kini, tak ada lagi cerita, dominasi matra darat di posisi Panglima TNI.

Sejatinya, masyakarat sekarang — mau tidak mau — di tengah gonjang-ganjing di tubuh Mahkamah Agung jadi asyik dan ikut menyoroti apa yang terjadi di balik benteng MA, yang diisi para Pimpinan Mahkamah Agung.

Masyarakat mencatat sudah delapan kali, hingga kini pemilihan Pimpinan Mahkamah Agung RI yang terpilih. Yakni Ketua atau Wakil Ketua, belum pernah diisi dari Hakim TUN.

“Ya, ketua atau Wakil Ketua belum ada Hakim dari Pengadilan TUN. Ini menarik menjadi bahan diskusi pakar dan menjadi masukan di internal MA,” Agus Budi memaparkan.

Bukan dalam kaitan harus bergiliran, tapi momen di mana masyarakat memperhatikan gerak langkah Hakim di Mahkamah Agung, itu yang sedang terjadi.

Harapannya, tentu saja Pimpinan Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan dibawahnya  bisa memenuhi  tumpuan harapan masyarakat untuk mencari keadilan

Mekanisme Pemilihan Wakil Ketua MA Non Yudisial Jadi Perhatian

Terus terang saja, masyarakat berharap banyak pada institusi MA. Semoga ini adalah momen penting.

“Untuk Wakil Ketua MA yang saat ini kosong, posisi Wakil Ketua Non Yudisial, kiranya bisa diambil dari Hakim berlatar belakang militer atau hakim Agama,” masih penjelasan Agus Budi, peneliti dari LSM Public Watch Integrity.

Proses Pemilihan Wakil Ketua MA Yudisial sudah terjadi. Kini, masyarakat menunggu siapa yang menduduki bangku Wakil Ketua Non Yudisial.

Sunarto sebelumnya merupakan Wakil Ketua MA Bidang Nonyudisial.

Ia adalah sosok dari figur Mahkamah Agung (MA), yang angkat tangan dalam menghilangkan makelar kasus (markus) di tubuh mereka.

Kala itu, Sunarto menjabat Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial Sunarto. Menurutnya, yang paling mungkin dilakukan MA adalah mempersempit ruang gerak markus.

“Markusnya lebih pintar. Kita cari metode untuk mempersempit kerjanya markus. Tapi untuk menghilangkan markus, mohon maaf saya angkat tangan, enggak bisa,” kata Sunarto.

Ia mengatakan cara menekan ruang gerak makelar kasus dengan cara memberhentikan sementara pelaku markus dari jabatannya.

Setelah diberhentikan, semua perkara ditarik dan tidak diberikan perkara baru.

“Jadi yang sudah ditangkap, sudah kami berhentikan sementara. Dan yang begitu data informasi surat resmi ditetapkan tersangka, tarik semua perkaranya, tidak diberi perkara baru. Itu langkah kita,” ungkapnya.

Selain itu, Sunarto mengatakan bahwa MA akan memperketat perekrutan hakim dengan menelusuri rekam jejaknya.

Sunarto Meraih 27 Suara dari 44 Suara Hakim Agung

Berdasarkan sidang paripurna khusus MA Selasa (7/2) kemarin, Sunarto mendapat perolehan 27 dari 44 suara hakim agung.

Dia mengalahkan hakim agung Yulius dengan perolehan 12 suara, hakim agung Haswandi dengan perolehan tiga suara dan hakim agung Surya Jaya dengan perolehan dua suara.

Ketua MA hakim agung M. Syarifuddin tidak ikut memberikan suara demi menjaga netralitas.

“Untuk menjaga netralitas saya, izinkan saya untuk menggunakan hak saya untuk tidak memilih. Siapa pun nanti yang terpilih, itulah pilihan saya,” kata Syarifuddin di Kantor MA.

Saat memberikan sambutan, Syarifuddin menyampaikan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan dan menyinggung proses pemilihan yang demokratis.

“Pemilihan ini adalah sangat unik, punya karakteristik tersendiri karena sebenarnya semua kandidat ingin berkontribusi lebih besar lagi kepada lembaga ini demi terwujudnya badan peradilan yang agung,” tutur dia.

Usai ditetapkan menjadi Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, Sunarto lantas mengklarifikasi maksud pernyataannya yang sempat viral terkait MA angkat tangan melawan mafia kasus (markus).

“Itu kalau dibacakan tekstual kesannya seperti itu, tapi kalau kita melihat secara kontekstual, pernyataan itu timbul dalam kerangka kita perlu kerja sama dengan seluruh stakeholder, dengan siapa pun, karena kita enggak bisa bekerja sendirian,” ucap Sunarto.

Dalam hal ini dia turut menyoroti keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam upaya memerangi markus.

“Terbatasnya SDM, terbatasnya kewenangan, terbatasnya sarana dan prasarana ya, tidak bisa dimaknai bahwa kita angkat tangan. Kalau kita bekerja sama dengan seluruh stakeholder yang ada, insyaallah segala permasalahan akan bisa diselesaikan,” tutur dia tentang pelayanan prima, putusan berkualitas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.