Seperti sedang menyusun sebuah puzzle.
Inilah dunia kreativitas. Koleksi foto-foto dengan narasi dan eksistensi saya. Gimana? Natural dan mengesankan, apa tidak?
Komen dong, apakah memikat.
Bagi yang melihat, kemudian berkomentar silahkan.
Foto dan adegan menjadi menarik ini, terpampang unik. Dipasang di FB. Saling usik diantara rekan di akun Facebook- saya.
Banyak yang bingung, tatkala saya menampilkan aksentuasi keseharian, pose selfie hingga gaya-gayaan di masa dulu.
Tidak perlu harus jaim, jaga imej.
Anak sekarang, malah eksis, dengan gaya semacam saya ini.
Mereka pasang foto jalan-jalan, kekinian. Foto-foto yang ditampilkan di akun FB-nya, disertai caption, yang mengundang canda.
Mereka saling berkomunikasi, berinteraksi, berbagi, networking, dan berbagai kegiatan lainnya. Kerajaan tanpa tapal batas.
Ya, saya Asri Hadi, pria kelahiran Lintau, 25 Mei 1958.
Nama panggilan saya di Jakarta adalah Uyung. Sedangkan oleh orang rumah dipanggil Yung.
Saya sudah divaksin, tapi untuk berinteraksi dengan orang, maaf agak dibatasi. Saya yang memilih, apakah bisa pergi atau tidak. Penting, atau tidak.
Kalau saya pikir bermanfaat, ya berangkat.
Saya senang jika undangan tak sekedar makan malam atau siang atau sore, tapi undangan berbuat sesuatu untuk masyarakat luas. Kayanya kok, gimana gitu ya. Tapi, saya ya begini.
Senang jika mengisi hari-hari, untuk hal-hal yang bermanfaat bagi orang sekeliling. Menjadi berkat buat orang lain, juga masyarakat luas.
Karena inilah esensi di kehidupan ini, bagaimana berarti bagi orang lain.
Saya menerima penghargaan Satya Lencana Karya Satya berdasar Kepres nomor 31058/4-6/200.
Saya dosen, gaji bagus, kariernya oke-oke saja. Bahkan, pendapatan yang lain di luar bidang pendidikan, ada juga yang lumayan.
Karena dianggap tahu masalah, saya kerap dijadikan rekan-rekan untuk diskusi atau bertanya.
Bergolongan darah B, saya lahir dari pasangan Sayang Sarif dengan Ramli Hadi ini lahir di desa Lintau Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat.
Keluarga mereka pindah ke Jakarta tahun 1960, dengan kapal laut dari Pelabuhan Teluk Bayur menuju Jakarta dengan perjalanan sekitar 10 hari.
Ketika itu, dalam suasana konflik antara pemerintah pusat dengan sebagian masyarakat Sumatera Barat yang bergabung dalam PRRI.
Merantau ke Jakarta untuk menghindari konflik, saya sempat tinggal di jl Pete kawasan Blok A, Kebayoran dimana narkoba jaman itu beredar luas sekitar lingkungan rumah.
Di saat memasuki dunia remaja, tahun 1978-an, saya pindah rumah ke kawasan jalan Panglima Polim Blok M. Ternyata, lingkungan bergaulnya dengan “Geng Ganja Fly”.
Besar menjadi anak Kebayoran, Jakarta Selatan. Sekolah TK Melati, SD Ora Et Labora dan SMPN 13 serta SMAN 3, Jakarta.
****
Berbicara masa muda, saya punya masa lalu seru, anak gaul.
Ya, suka nongkrong. Berstamina dan semangatnya luar biasa.
Tak hanya pada sekolah. Ada saja anak-anak pejabat masa itu, yang minta ditemani untuk goyang kanan dan kiri, ke diskotik.
Nonton peragaan busana, menikmati gairah suasana malam hingga lesehan.
Kalau mau jujur saya, adalah refleksi kawula muda idaman wanita. Menikmati musik atau mengunjungi kafe, termasuk penjelajah kuliner.
Dulu, kemana-mana saya diantar supir atau ikut teman. Tidak bisa nyetir mobil, baru bawa mobil setelah bekerja dan bisa beli bensin dari uangnya sendiri.
Saya tidak pilih-pilih tebu dalam bergaul.
Lulus SMA pada 4 Desember 1976. Selanjutnya pada 1977, saya terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Saya juga tercatat sebagai mahasiswa Institut Teknologi Bandung juga Pajajaran Bandung.
Pada era 1978, saya menjadi siswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia. Tamat dari FISIP UI tanggal 19 Juli 1984 dengan gelar Drs Sosiologi.
Mulai 24 September 1984, saya melanjutkan kursus bahasa Inggris di Giles College, 69, Marine Parade dan di Swan School English di 111 Banbury Rood, Oxford, England.
Saya tinggal di Inggris sampai tahun 1985.
Siapa sangka, saya merupakan member Metropole Group of Casino dengan nomor id 06943. Serulah, pokoknya di jaman itu.
Saya bukan sosok yang “katak di bawah tempurung”. Tapi, boleh disebut mahir bersilat dengan budaya global.
Bicara dunia sosial, aktivis, saya pertama kali kerja sebagai pimpinan After Care Program kegiatan rehabiltasi korban penyalahgunaan narkoba yang disponsori oleh UNDP (Lembaga Internasional).
Banyak negara yang sudah saya kunjunginya dalam rangka studi banding lokakarya tentang penanggulangan bahaya narkotika. Dari Brunei, Taiwan, Jerman hingga Perancis dan Italia.
Saat dewasa tinggal di jalan Brawjaya, sekitar tahun 1981. Baru saya aktif di BERSAMA, kampanye pencegahan bahaya penyalahgunaan narkoba.
Menjadi socialpreneur
Aktif kampanye BERSAMA cegah narkoba dengan Brigjen Pol (p) Alm Soekardjo Subandi, Letjend Pol (p) Alm Sukahar serta Mayjend Pol (p) Putera Astaman. Bergandeng dengan Irjend pol Hadiman juga Jendera Pol (p) Roesdihardjo dan Komjen pol (p) Ahwil Lutan.
Saya sebagai Ketua Hotline Service Bersama (organisasi yang didirikan oleh ibu Benny Moerdani) dengan ibu Anne Mambu — istri Des Alwi.
Kalau dihitung di bidang cegah narkoba, mungkin sampai sekarang telah aktif 40 tahun di organisasi BERSAMA di bawah Koordinasi Bakolak Inpres 6/1971.
Jaman itu, penanganan masalah narkoba ditangani Bakolak Inpres, sebelum ada Badan Narkotika Nasional (BNN) seperti sekarang. Wajar, jika saya akrab dengan para petinggi BAKIN.
Berteman dengan jenderal juga akrab dengan ibu Benny Moerdani di jaman itu. Saya pernah menjadi staf khususnya ibu Suparjo Rustam (istri Mendagri jaman itu).
Asyik-asyik aja. Tak merasa dekat dengan pejabat. Justru, saya juga kerap bergaul dengan kegiatan berbagai kelompok.
Pada 1 Maret 1986, menjadi Pegawai Negeri Sipil departemen Dalam Negeri dengan NIP 010204367. Dunia baru dengan semangat baru, saya menjadi birokrat, jauh panggang dari api.
Di tahun 1987 diangkat dengan golongan III/b.
Menjadi dosen tetap Sosiologi Politik dengan SK 46 nomor 1988.
Di 1989, saya mengikuti pendidikan internasional training metodologi Course di National Institut of Public Administration (Intan) selama tiga bulan di Kuala Lumpur.
Pernah menjadi Manager Personalia di PT Rekso Abadi Grup MRA tahun 1996-1998.
Kemudian menjadi advertising manager Majalah HealthNews, tahun 2006, media againts drug yang direkomendasi oleh Badan Dunia UNDOC.
Majalah yang diinsiasi oleh S.S Budi Raharjo, sahabat saya. HealthNews oleh Kantor PBB urusan obat-obatan dan kejahatan atau yang dalam Bahasa Inggris disebut United Nations Office on Drugs and Crime, diakui sebagai satu-satu media agains drugs dari Indonesia.
Pemrednya Jenderal Ahwil Lutan, Kepala BNN pertama. HealthNews sekarang menjadi online HealthNews.id
Kata orang nih, saya nuansa ramah dan memikat banyak orang. Sebagai anak orang berada, pakaiann tak harus bermerek, tapi keren. Mantab. Percaya diri.
Pada 1992 mendapatkan beasiswa dari pemerintah Australia untuk melanjutkan pendidikan S2 di Monash University, Clayton Victoria, Australia dan mendapat gelar Master Of Arts pada 5 Oktober 1994.
Saya pernah keliling dunia bersama sepupu, keliling dunia selama 40 hari, hadiah dari orang tua karena mendapat beasiswa, lulus ujian yang diselenggarakan pemerintah Australia.
Oh, iya. Yang juga perlu dicatat nih. Pada 16 Agustus 1994, saya diangkat menjadi Sekretariat Jurusan Tata Praja.
Pada 25 Desember 1995, ia menduduki Sekretaris Jurusan Pemerintahan di IIP Depdagri.
Pemegang paspor dinas nomor 636751 tak hanya keliling dunia ke Singapura, Thailand, Hongkong, Korea Selatan, Taiwan dan Amerika Serikat serta Inggris.
Dua kali umroh ke Arab Saudi, di tahun 1997 dan 1999.
Menikah dengan Marie Laurentia Loedin pada 24 Oktober 1999 di hari Minggu jam 09.30 di Aula Masjid Darul Adzaar, Lebak Bulus.
Sejak menikah, saya “menutup buku”, cerita dan potret “buram” masa-masa muda yang indah. Yang kemerlap dan meletup, termasuk yang konyol.
Saya bahagia dan bersyukur, dengan istri serta dua orang anak, Arini dan Dhita.
Saya menempati rumah dinas dosen Kampus di Institut Ilmu Pemerintahan Depdagri, Jl Ampera Raya sejak 2002.
Hidup bagi saya mengikuti empat petuah sang ayah.
Pertama, jangan malu untuk meminta maaf, jika memang kita salah.
Yang kedua, beri maaf tanpa syarat. Walau orang itu bersalah pada kita. Ketiga, jangan berpikir negatif kepada orang.
Kemudian, hidup kita harus selalu bermanfaat bagi seseorang atau sekeliling kita.
Harus selalu ceria dan optimis.
Hobi saya membaca, sejak belia sudah membaca buku-buku tokoh, cerita silat hingga buku ilmiah.
Tak hanya dibaca, namun saya koleksi. Koleksi topi juga.
Sederet pengalaman saya menjadi moderator pada pelbagai lembaga sejak 2000.
Memang, saya memilih jalan berbeda, dengan pegawai negeri lain.
Saya merupakan anggota redaksi Jurnal Ilmu Pemerintahan dan anggota redaksi Widyapraja IPDN, terus terang bangga menerima tantangan untuk menjadi Penanggung Jawab dan Pemimpin Redaksi media yang disebut “corong” Jokowi.
Pengurus Pusat Porturin rajin liputan, dari seminar, sarasehan, hingga peserta Forum Diskusi dan Workshop.
Bicara koleksi topi. Ya karena, setiap saya menjadi dosen atau peserta diskusi panel, saya kerap mendapat topi.
Hanya memang, untuk topi ini jumlahnya silih berganti. Jika ada yang meminta, saya kadang memberikan juga. Kecuali, topi dengan sejarah yang dianggap khusus.
Saat ini ada 34 buah topi bernilai sejarah dan 157 pulpen serta 27 ID card, multi profesi. Ada juga ragam seragam.
Saya penyuka warna biru ini, saat work from home (WFH) membuka database pribadinya untuk diumbar, mulai dari foto sama bule, sama penari, hingga pramugari dan juga caddy golf yang cantik-cantik.
Foto pejabat Orba hingga kini, termasuk Presidennya. Semua ada.
Sederet pengalaman saya menjadi moderator pada pelbagai lembaga sejak 2000.
Ia memilih jalan berbeda, dengan pegawai negeri lain. Anggota redaksi Jurnal Ilmu Pemerintahan dan anggota redaksi Widyapraja IPDN ini, menerima tantangan untuk menjadi Penanggung Jawab dan Pemimpin Redaksi media yang disebut “corong” Jokowi.
Pengalaman di Istana Kepresidenan Yogyakarta, dengan “geng Solo” hingga anak murid saya ketika mengajar di Sesko, sengaja saya masukan di FB. Biar jadi jejak digital.
Saat saya bersalaman dengan Presiden Soeharto dan Ibu Tien, Megawati, termasuk mengawal Sri Mulyani ketika masih jadi seorang pengamat ekonomi. Pose dengan keluarga Jokowi
Hidup saya memang penuh warna. Bernyanyi dengan pengamen di Rembrandtptlein Amsterdam.
Saya anggota Korpri, yang tak terpaku sebagai ASN di Kemendagri yang kaku.
Kini, saya menjadi bendahara dari Asosiasi Media Digital Indonesia dan Forum Pimpinan media Digital Indonesia.
Di Hariankami.com, saya hanya penggembira tapi boleh disebut, sayalah yang punya sejarah di Harian Kami.
Saya pernah ditraning, dilatih sebagai jurnalis Hariankami, hanya saya dipanggil pulang ayah, dijemput. Jadi tak lulus sebagai jurnalis.
Sejarah terus berjalan, kita sedang menapakinya sekarang. Bersama Hariankami.com