Orang Ketiga Untuk Pemacu Gairah

oleh -1148 Dilihat
oleh

TIRAS.id — Ketika sepasang insan pria dan wanita sepakat untuk menikah, tentu tujuannya untuk membentuk keluarga yang bahagia, sejahtera lahir dan batin.

Hubungan intim suami istri sah dan halal dalam ikatan perkawinan ini dipandang sebagai hal yang sakral. Artinya, istri hanya untuk suami dan suami hanya untuk istri.

Setidaknya, ada empat dimensi dari hubungan tersebut ini, yakni rekreasi (kenikmatan/kepuasan), prokreasi (mendapatkan keturunan), relasi (ikatan kasih sayang), dan institusi (kelembagaan perkawinan).

Begitulah, nilai yang sakral dari perkawinan tersebut memang sungguh indah dan ideal. Tetapi, apakah selalu demikian?

Pada masa bulan madu, memang segalanya terasa manis dan indah. Ya, namanya juga bulan madu, jadi masanya cuma dalam hitungan bulan. T

idak ada istilah “tahun madu”, kan?

Seusai masa bulan madu, mulailah terasa bahwa keindahan dan kemanisan perkawinan semakin berkurang dan berubah menjadi hambar, bahkan kadang jadi pahit.

Dengan berlanjutnya perkawinan, sering ditemui berbagai kendala hubungan antara suami dan istri, termasuk hubungan intim.

Suami mulai kehilangan gairah kepada istri, dan sebaliknya istri pun sering kehilangan gairah untuk memenuhi hasrat suami.

Ada bermacam faktor yang menyebabkan meredupnya gairah antara pasangan suami dan istri, antara lain:

Faktor kejenuhan atau kebosanan. Hubungan seks suami-istri lebih dirasakan sebagai kewajiban rutin yang semakin tidak menarik.

Kesibukan berkarier, urusan rumah tangga, dan lain-lain yang cukup banyak menyita waktu serta energi.

Pandangan yang tidak sinkron antara suami dan istri mengenai seksualitas.

Konflik antarsuami-istri yang berlanjut dan menimbulkan rasa sakit hati, dendam, dan kecewa kepada pasangannya.

Perubahan fisik karena gangguan kesehatan dan pertambahan umur. Suami yang dulunya “macho” berubah menjadi semakin gendut dan botak, atau istri yang dahulunya ayu dan semampai menjadi semakin tidak menarik, gembrot alias “bapindo” (bawah pinggang dobel)

Redupnya gairah suami-istri akan berdampak kepada keharmonisan keluarga, dimensi rekreasi yang tidak terpenuhi akan berpengaruh pula pada dimensi relasi, institusi, bahkan prokreasi bila belum mendapatkan keturunan.

Sering dijumpai terjadinya perceraian atau perselingkuhan yang bila diamati biasanya berawal dari kendala hubungan intim suami-istri.

Berbagai macam sikap dan tindakan dilakukan oleh mereka yang merasakan perubahan dalam kehidupan seksual ini, seperti:

Bersikap masa bodoh atau menganggap hal itu bukan masalah dan merupakan hal yang wajar dalam perkawinan.

Mencari kompensasi seperti menyibukkan diri dalam kegiatan lain guna melupakan masalah yang dihadapi.

Berusaha mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi.

Sikap pertama dan kedua tersebut tidak menyelesaikan masalah, bahkan keadaan bisa menjadi semakin parah dan berakhir dengan hal-hal yang tidak diharapkan.

Upaya mencari jalan keluar karena menyadari adanya masalah merupakan sikap yang tepat. Sayangnya, banyak yang memilih cara yang tidak tepat sebagai solusi.

Akibatnya, masalah bukan saja tidak teratasi, bahkan sering kali menimbulkan masalah baru.

Hadirnya orang ketiga: Munculnya orang ketiga merupakan fenomena yang acap kali ditemui dalam kehidupan suami-istri yang mengalami kendala.

Orang ketiga, baik pria maupun wanita bisa merupakan faktor penyebab, akibat, atau sebagai efek samping dari kemelut hubungan suami istri.

Perselingkuhan oleh suami atau istri merupakan hal yang semakin terungkap belakangan ini, bahkan “ngetrend”. Istilah seperti WIL (wanita idaman lain), PIL (pria idaman lain), istri simpanan, gigolo, lelaki peliharaan dan sebagainya merupakan ungkapan yang cukup akrab di telinga kita.

Hal yang menarik dari kasus-kasus orang ketiga adalah suami atau istri yang memakai “jasa” orang ketiga ini sebagai pemacu gairah yang telah padam kepada pasangannya.

Ada yang memelesetkan kata “selingkuh” sebagai “selingan indah keluarga utuh” sebagai pembenaran dari perilaku yang merupakan pengingkaran hubungan sakral suami-istri.

Pengakuan dari suami/istri yang menjadikan orang ketiga sebagai upaya untuk menghidupkan kembali gairahnya pada pasangan, berikut ini menarik untuk disimak:

“Sehabis berhubungan dengan wanita lain, saya kembali merasakan gairah kepada istri saya sehingga hubungan kembali mesra”

“Ketika gairah kepada istri menurun, saya lakukan “booster” dengan WIL saya agar gairah kepada istri kembali pulih”

“Saya tidak ingin cerai dengan suami saya meskipun gairah saya padanya telah hilang. Maka, bila kami berhubungan, saya biasa mengkhayalkan PIL saya agar gairah bisa timbul.”

“Kalau sudah berhubungan dengan PIL, gairah saya jadi terpacu untuk melayani suami dengan mesra.”

***

Perilaku selingkuh, meskipun telah menyimpang dari norma perkawinan yang ideal, masih ada yang mentoleransinya dengan dalih untuk “menyelamatkan” perkawinan. Jadi, masih ada yang menerimanya sebagai perilaku seks yang “normal”.

Yang kemudian boleh dikatakan merupakan perilaku seks menyimpang adalah ikut sertanya orang ketiga secara nyata dalam hubungan intim suami-istri. Keadaan demikian tentu dianggap sebagai penyimpangan, bahkan juga oleh mereka yang biasa selingkuh.

Turut sertanya orang ketiga dalam aktivitas suami-istri, biasanya atas ajakan dan persetujuan suami atau istri, atau keduanya telah bersepakat melibatkan pihak ketiga itu.

Dalihnya, bisa macam-macam, seperti untuk variasi, supaya lebih bergairah, agar gairah terhadap suami atau istri dapat terpacu, serta alasan-alasan pembenaran lainnya.

Ada suami yang biasa mengajak lelaki lain untuk berhubungan intim dengan si istri, sedangkan kemudian si suami asyik menikmatinya dengan menonton atau mengintip. Dengan cara tersebut, suami itu terangsang gairahnya dan kemudian menggauli si istri sehabis orang ketiga tadi.

Perilaku suami yang demikian, membuat pasangannya keberatan dan menjadi stres karena terpaksa menuruti kehendak suami yang tidak wajar.

Tetapi, ada pula yang menerimanya sebagai bentuk pelayanan terhadap suami, bahkan ada juga istri yang justru menikmati cara-cara “abnormal” seperti itu.

Kebalikan dari perilaku menyimpang suami, ada pula istri yang mengajak teman atau wanita lain untuk bersama-sama melayani sang suami. Suami yang menghadapi perilaku aneh istri ini, ada yang menolak, tetapi ada juga yang bisa menikmati suguhan ekstra itu.

Sebenarnya, dengan alasan apa pun untuk memacu dan mengobarkan gairah agar hubungan sumi-istri dapat tetap berlangsung baik.

Segala macam bentuk keikutsertaan orang ketiga baik dengan perselingkuhan maupun dalam aktivitas seksual orgy (pesta seks yang dilakukan beberapa pasangan), semuanya merupakan pelanggaran secara etika, moral, agama yang menjunjung tinggi nilai dan kesucian perkawinan.

Akibat negatif dan risiko yang ditimbulkan oleh perilaku yang semacam itu, antara lain:

Hilangnya nilai sakral perkawinan menjadi sekadar hubungan yang sah secara hukum dan sosial, tetapi penuh dengan kepalsuan dan kepura-puraan.

Kehamilan yang tidak direncanakan atau dikehendaki.

Risiko penularan penyakit menular seksual (PMS) karena perilaku seks yang bebas berganti-ganti pasangan.

Pengaruh negatif terhadap karier, reputasi di masyarakat, keluarga, dan lingkungan.

Perceraian dapat terjadi bila suami atau istri tidak dapat menerima perilaku menyimpang dari pasangannya.

Jadi, dapat dipastikan bahwa kehadiran orang ketiga meskipun dirasakan bermanfaat atau menarik, seperti sebagai sarana pemacu gairah seksual kepada pasangan semacam kasus-kasus tadi, sesungguhnya sangat berisiko atau fatal akibatnya.

Maka, hendaknya kita menyadari bahwa hadirnya orang ketiga itu sebagai fatal attraction.

H. Bambang Sukamto DMSH (Konsultan seks)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.