Live: “Darurat Narkoba, Artis & Penyalahguna Narkotika”

oleh -424 Dilihat
oleh

—-

TIRAS.id — Rabu 22 Juli 2020, jam dua siang, saya menjadi narasumber dalam Channel Stop Narkoba, Live streaming dari Liputan6 Vidio.

Bagi yang tertarik mengikuti nanti, silahkan masuk via zoom meeting yang ada di banner di atas. Tentunya, harus patuhi, diskusi tersebut.

Kemarin, baru saja saya menerbitkan buku Politik Hukum dan Narkotika, yang sudah tersedia di toko buku Gramedia di kota Anda. Di situ, juga pernah saya tulis: “Darurat Narkoba, Artis & Penyalahguna Narkotika”

Kumpulan Berita Kasus Narkoba Artis memang banyak. Tak hanya di Indonesia, tapi jika kita search di google, jurnalis dan wartawan menganggap berita ini menarik.

Sehingga, berita artis terjerat narkoba atau berita artis narkoba, menjadi keyword yang ramah di “mbah google.”

Sebagai publik figur, nilai beritanya sangat tinggi.

Untuk artis terkenal yang bermasalah dengan narkotika , sebut saja Whitney Houston , Michael Jackson. Mereka adalah penyalahguna narkotika yang momentum berita kematiannya menghebohkan dunia.

Di luar negeri, artis ditangkap penegak hukum dan dipaksa untuk direhabilitasi, seperti John Lenon , Bob Marley, dan Donovan karena kepemilikan narkotika .

Yang agak jarang dalam pemberitaan, ketika artis atau penyalahguna itu dalam perawatan rehabilitasi. Bagaimana mereka sedang berjuang untuk sembuh melawan penyakit adiksi narkotika serta dampak buruk akibat penyalahgunaannya.

Banyak alasan mengapa para selebriti rentan sekali memakai narkoba, ketika ditanya penyidik. Tapi, banyak pula yang memakai narkoba, yang hingga saat ini juga tidak terbongkar.

Secara fisik mereka masih dapat melakukan aktifitas keartisannya namun secara mental mereka sakit jiwanya.

Artis yang diindikasikan kena narkotika dan tertangkap di Indonesia, adalah “artis sakit”. Kondisi fisiknya, relatif bugar dapat beraktifitas secara wajar. Namun, dibalik itu, jiwanya sakit adiksi narkotika.

Mereka adalah penyalahguna, yaitu sakit ketergantungan narkotika dimana fisik dan psyikis-nya menagih narkotika setiap saat. Artis “sakit” ini, tidak memiliki kamus efek jera karena jiwanya agak terganggu. Maka, terapinya masuk pada wilayah kesehatan jiwa.

Artis “sakit” ini menurut undang undang yang berlaku, dikategorikan sebagai artis yang menggunakan narkotika tanpa hak dan melawan hukum. Oleh undang-undang, disebut penyalah guna.

Mereka diancam hukuman penjara kurang dari lima tahun, sehingga tidak memenuhi sarat untuk ditahan. Mereka dijamin undang-undang narkotika untuk direhabilitasi.

Kalau penyalahguna ini dimintakan visum/ diasesmen oleh penyidik maka penyalah guna berubah status hukum menjadi pecandu .

Mau artis atau bukan artis, ketika metamorpose dari penyalahguna menurut undang undang wajib direhabilitasi. Sudah menjadi tanggung jawab negara. Itu sebabnya, dibentuk BNN dan ada nomenklatur Deputi Rehabilitasi.

Upaya Rehabilitasi dapat dilakukan melalui: Rehabilitasi secara mandiri atas beaya keluarganya.

Rehabilitasi juga bisa karena dipaksa undang-undang, melalui Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang dilaksanakan oleh Kemenkes, Kemensos dan BNN dibiayai oleh APBN.

Kita perlu tahu, bahwa rehabilitasi yang dipaksa penegak hukum melalui penempatan di Lembaga rehabilitasi sejak penyidikan, penuntutan sampai putusan hakim dibiayai oleh APBN.

Penanganan dan pemberitaan artis atau pesohor yang menggunakan narkotika tanpa hak dan melanggar hukum, dengan diberikan penahan dan hukuman penjara, itu menyebabkan runyamnya penyelesaian narkotika di Indonesia.

Trend Penyalahguna Narkotika

Secara khusus penelitian terhadap penyalah gunaan narkotika di kalangan artis atau pesohor belum pernah dilakukan. Namun, secara umum telah dilakukan penelitian oleh BNN dan Puslitkes UI yang dilakukan setiap dua tahun sekali.

Jumlah penyalahguna narkotika dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang signifikan. Dari awal dilakukan penelitian BNN, jumlahnya 1,5 juta. Bahwa sekarang ini sudah mencapai 5,8 juta dan ada penelitian lain, dengan jumlah  yang siginifikan, apa arti semua ini bagi kita?

Perkembangannya mengikuti deret hitung, jaman know perkembangannya sudah memasuki deret ukur. Di saat penyalahguna tertangkap, kemudian ditahan oleh penyidik dan jaksa. Akhirnya, dipenjara oleh hakim. Inilah, “bencana” dari “darurat” narkotika.

Berdasarkan konvensi internasional dan undang narkotika kita, mereka “wajib” dijebloskan ke tempat rehabilitasi tanpa babibu sesuai kewenangan yang diberikan oleh undang undang kepada penegak hukum.

Penyidik, penuntuk umum diberikan kewenangan menjebloskan penyalah guna ke tempat rehabilitasi.

Hakim juga diberi kewenangan memvonis hukuman rehabilitasi baik terbukti salah maupun tidak terbukti salah dalam sidang pengadilan secara terbuka.

Masih berdasarkan undang narkotika bahwa rehabilitasi itu hukuman dimana hukuman rehabilitasi itu secara yuridis sama dengan hukuman penjara.

Dari penelitian singkat saya, bagi penyalah guna narkotika hukuman rehabilitasi jauh lebih berat rasanya dibanding hukuman penjara. Pada point ini banyak masyarakat yang tidak memahami .

Menurut literatur dan hasil penelitian para ahli, bahwa hukuman rehabilitasi jauh lebih baik dari pada hukuman penjara karena:

Pertama, hukuman rehabiliatasi terasa lebih berat dan bersifat menyembuhkan , dipenjara hanya dapat nestapa dan melangengkan sakit ketergantunganya karena lapas tidak memiliki tupoksi rehabilitasi.

Kedua, menghukum penyalah guna dengan hukuman penjara menyebabkan penyalahguna jumlahnya makin lama makin bertambah banyak karena penyalah guna lama tidak di pulihkan sementara timbul penyalah guna baru .

Ketiga, bandar narkoba dunia melirik indonesia karena pangsa pasarnya sangat besar .

Keempat, tidak ada gunanya menghukum penjara orang kecanduan bahkan dapat dikatakan menghambur hamburkan sumber daya penegakan hukum .

Melanggar Hak Asasi Manusia

Artis menggunakan narkotika secara tidak sah dan melanggar hukum itu, apabila ditangkap selanjutnya tidak dijebloskan ke tempat rehab dan dihukum rehabilitasi adalah bentuk tindakan penegakan hukum yang bertentangan dengan maksud undang undang narkotika.

Lebih jauh lagi, berarti tidak menghormati hak asasi manusia dalam upaya mendapatkan derajat kesehatan yang diperjuangkan pemerintah.

Hak asasi manusia adalah sebuah konsep hukum dan normatif yang menyatakan bahwa manusia memiliki hak yang melekat pada dirinya karena ia adalah seorang manusia.

Hak asasi manusia berlaku kapanpun, di manapun, dan kepada siapapun, sehingga sifatnya universal. HAM pada prinsipnya tidak dapat dicabut.

Di sisi lain, diluar artis ada jutaan keluarga Indonesia pengguna narkotika secara illegal/ tidak sah dan melanggar hukum, yang dihantui rasa ketakutan.

Banyak orang, takut ditangkap oleh penegak hukum dan dijebloskan ketahanan atau penjara mengalahkan upaya rasional mereka guna mendapatkan hak rehabilitasi untuk sehat sebagai elemen penting dalam hak asasi manusia.

Ini, sebetulnya, akibat salah kaprah dalam penanganan narkotika. Menyebabkan mereka menjadi kesulitan untuk mendapatkan akses untuk pulih, dampaknya mereka sepanjang hidupnya menjadi demannya peredaraan narkotika.

Catatannya begini: Seorang penyalahguna dalam perjalanan hidupnya akan bermetamorpose menjadi pencandu.

Jika pecandu yang tidak mendapatkan pertolongan dalam bentuk rehabilitasi berpotensi berdampak buruk dan rentan kejangkitan penyakit ikutan seperti gangguan fungsi metabolesme, gangguan penyakit lever, hepatitis, ginjal maupun terjangkit HIV AID .

Fenomena Artis Narkotika

Narkotika adalah “obat” bermanfat untuk menghilangkan rasa sakit sekaligus dapat menimbulkan penyakit adiksi/ ketergantungan narkotika apabila pemakaiannya tidak atas petunjuk dokter.

Effek ganda narkotika ini yang menyebabkan penyalahgunaan narkotika dilarang bahkan diancam pidana dengan tujuan agar masyarakat termasuk artis atau pesohor takut dan tidak menyalahgunakan narkotika.

Menurut undang-undang no 35 tahun 2009 tentang narkotika dalam menangani penyalah guna narkotika menggunakan kontruksi ancaman pidana melalui sistem peradilan pidana namun ketika penyalah guna bermasalah dengan hukum maka penegak hukum wajib menerapkan sistem peradilan rehabilitasi sejak disidik, dituntut sampai diadili.

Mengapa demikian?

Karena undang undang narkotika menganut double track system pemidanaan . Dimana penyalah gunanya di proses melalui sistem peradilan pidana rehabilitasi berakhir di lembaga rehabilitasi sedangkan pengedarnya di proses dengan sistem peradilan pidana berakhir hukuman penjara.

Pada poin ini, masyarakat hukum kita tidak mempelajari maksud dan tujuan undang undang secara detail dan mengangap undang-undangnya yang salah.

Fenomena manfaat dan mudaratnya narkotika yang tidak difahami oleh para artis /pesohor secara tidak lengkap. Mereka tahunya hanya manfaat dari narkotika, yaitu menghilangkan rasa sakit dan dapat menstimulan aktifitas keartisannya.

Artis tidak memahami mudaratnya yaitu sakit adiksi berkepanjangan dan tidak bisa berhenti atas inisiatif sendiri, ini sangat merugikan bagi masa depan kesehatan artis itu sendiri, keluarga, bangsa dan negara.

Jadi, para artis/pesohor yang membeli, membawa, memiliki narkotika dalam jumlah tertentu (sedikit) untuk dikonsumsi sendiri dan temen-temen dalam pesta narkotika bukan penjahat murni.

Menurut victimologi adalah korban kejahatan para pengedar narkotika, yang oleh undang undang dikriminalkan sebagai penyalah guna untuk diri sendiri , namun dibedakan proses pertanggungan jawab pidananya maupun penjatuhan sangsinya karena mereka tidak memiliki niat jahat.

Akan diberlakukan bukan pengedar, jika mereka membeli, memiliki narkotika hanya karena tuntutan penyakit kecanduannya, tidak untuk dijual guna mendapatkan keuntungan, yang dirugikan artis itu sendiri. Mereka hanya mendholimi diri sendiri, namun secara yuridis mereka pelanggar hukum .

Itu menjelaskan, bahwa artis “sakit” adiksi narkotika itu, umumnya disebabkan karena salah pergaulan. Mereka diajak teman deket untuk menjadi penyalahguna narkotika.

Mereka untuk pertama kali menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya dirayu, ditipu dengan segala macam iming iming dengan segala “kenikmatan” narkotika oleh temen deketnya, bahkan ada yang dipaksa .

Sesungguhnya, mereka adalah korban penyalahgunaan narkotika yang secara teknis yuridis harus digali oleh penegak hukum karena korban penyalah guna narkotika itu wajib direhabilitasi.

Itu sebabnya, kalau penyidik penuntut umum yang menahan penyalahguna dan hakim menghukum penjara dalam proses pertanggungan jawab hukum, masuk dikatagori melanggar hak asasi manusia karena menahan tersangka penyalahguna tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.

Berbeda terhadap artis atau pesohor yang membeli narkotika dalam jumlah tertentu (banyak) untuk dijual agar mendapatkan keuntungan. Untuk yang demikian, digolongkan sebagai pengedar. Mereka yang harus dihukum berat.

Arti pengedar, mempunyai niat jahat mencari keuntungan untuk memperkaya diri dan menjerumuskan penyalah gunanya kedalam masalah adiksi, artis pengedar ini yang harus dihukum berat.

Pada akhirnya, kita berharap Indonesia dapat menyelesaikan masalah narkotika dengan baik sesuai undang undang no 35 tahun 2009. Dimana undang undang narkotika ini sangat up to date (meskipun ada kekurangannya).

Mengakomodasi tiga pilar utama cara penyelesaian masalah narkotika yang harus dilakukan secara seimbang yaitu:

Pertama, terhadap penyalah guna narkotika harus didorong , dipaksa dan ditangkapi untuk dijebloskan ke tempat rehabilitasi agar tidak jadi pecandu /demand.

Kedua, terhadap pengedarnya tidak hanya diberikan hukuman berat seperti hukuman penjara seumur hidup atau pidana mati tapi juga harus dikenakan tindak pidana pencucian uang serta di putus jaringan komunikasi bisnisnya selama menjalani hukuman dilapas agar tidak jadi pengedar lagi/jera.

Ketiga, terhadap masyarakat khususnya remaja yang belum terlibat narkotika dibentengi dengan langkah pencegahan agar tidak jadi embrionya penyalah guna yang punya sifat kecanduan .

Pada titik ini masarakat hukum dan penegak hukumnya harus memilah dan mengawasi mana pelaku yang dikatagorikan sebagai pengedar yang harus penjara, mana pelaku yang dikatagorikan penyalah guna yang harus ditempatkan di Lembaga Rehabilitasi.

Ini sudah sebagai bentuk hukuman sejak proses penyidikan, penuntutan, peradilan dan penjatuhan hukuman, kalau tidak jangan mengharapkan penyalah gunaan dan peredaran narkotikanya menurun apalagi berharap indonesia bebas dari penyalahgunaan narkotika .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.