Kemendagri: Hindari Penanganan Ketahanan Pangan Secara Parsial

oleh -307 Dilihat
oleh

TIRAS.id — Membangun ketahanan pangan hendaknya tidak dilihat secara parsial melainkan ditangani dengan pendekatan tata kelola kolaboratif (collaborative governance) baik antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota maupun antara pemerintah, swasta dan masyarakat.

Pendekatan kolaborasi tersebut tidak hanya berlangsung dalam perumusan kebijakan melainkan juga dalam pelaksanaannya.  Termasuk dalam pengelolaan sumber daya air dalam mendukung ketahanan pangan.

Hal ini dikatakan oleh Sekretaris Satgas Ketahanan Pangan di Daerah Kementerian Dalam Negeri, Kastorius Sinaga, yang juga adalah Staf Khusus Menteri Dalam Negeri.

Kasto mengungkap,  ketika menjadi pembicara dalam webinar bertajuk “Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumberdaya Air dalam Mendukung Ketahanan Pangan.”

Webinar tersebut diselenggarakan oleh Ditjen Bangda Kemendagri, hari ini, Selasa 15 Juli 2020.

Membawakan paparan dengan tema: “Kebijakan Daerah Dalam Pengelolaan Sumberdaya Air dan Ketahanan Pangan Berdasarkan Prinsip Colaborative Governance.”

Kastorius mengatakan, bahwa krisis pangan di Indonesia di masa pandemi COVID dapat menjadi ancaman bagi ketahanan pangan bila tidak ditangani secara baik.

“Masalah ketahanan pangan di satu daerah, tidak dapat dilihat hanya masalah pangan di daerah itu saja,” ujar Kasto. Demikian pula, “Dalam hal permasalahan yang terjadi di satu sektor, harus dilihat sebagai permasalahan yang diupayakan solusinya secara bersama.”

Embung ini yang tadi diharapkan bisa mengendalikan banjir di Kecamatan Karangwareng, tidak sesuai harapan

Antisipasi Ancaman Gagal Panen Akibat Kekeringan

Dalam kaitan dengan sumberdaya air, Kastorius mengambil contohnya banyaknya embung dan irigasi yang sudah dibangun oleh pemerintah.

Embung dan irigasi tersebut seyogyanya tidak dilihat hanya sebagai proyek dari pusat melainkan sebagai proyek bersama yang harus dikelola dan dilanjutkan oleh pemerintah di daerah.

“Bila tidak terjadi pendekatan collaborative governance, maka akan terjadilah program pembangunan embung yang sudah banyak sekali tetapi terlantar,” ujar Kasto.

Dalam ilustrasinya, pada tahun pertama masih ada embung. Tahun  kedua sudah menjadi bukan embung lagi. Sehingga, tidak bisa lagi dimanfaatkan menjadi wadah penampung air yang dialokasikan ke sektor pertanian,” Kastorius memaparkan.

Kastorius mengatakan, banyak jaringan irigasi yang sebenarnya potensial untuk mengaliri sawah, termasuk irigasi tertier, yang sudah dibangun dan seharusnya dipelihara secara berkesinambungan.

“Infrastruktur ini seharusnya  tidak lagi dianggap sebagai milik Pusat  tetapi tanggung jawab bersama dengan pendekatan kolaboratif antardinas di daerah. Ini yang harus diperhatikan,” lanjut Kastorius, dalam webinar yang diikuti oleh lebih dari 700 peserta.

Contoh lainnya, ia menunjukkan kasus ketimpangan antara pasok dan kebutuhan bawang putih di Jawa Timur. Melalui pendekatan kolaboratif, kata Kastorius, kerjasama antar Pemerintah Daerah seyogyanya dapat mengatasi hal ini.

Menurut Kastorius Kementerian Dalam Negeri telah menyediakan kebijakan yang memfasilitasi para kepala daerah dalam melakukan kerjasama.

Yang terbaru adalah Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2020 kepada Gubernur, Bupati/Walikota, tentang Menjaga  Ketahanan Pangan Nasional Pada Saat Tanggap Darurat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Menteri Dalam Negeri melalui instruksi ini  meminta para kepala daerah untuk mendorong para pelaku dunia usaha bidang pangan di wilayah masing-masing berkontribusi  menjaga ketersediaan stok bahan pangan, termasuk dengan mendayagunakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Koperasi, Toko Tani Indonesia (TII) dan Swasta yang  tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

“Bila tidak terjadi pendekatan collaborative governance, maka akan terjadilah program pembangunan embung yang sudah banyak sekali tetapi terlantar.”  Kastorius Sinaga, Staf Khusus Mendagri.